Saturday, November 10, 2012

4 [Ep3. The Climax]

Gw tewas bermandikan rasa deg-degan di lantai kamar Choi pada pukul 2 subuh. Database sialan yang menggelayuti jiwa dan raga gw seminggu terakhir itu gw tinggalkan begitu saja, dengan progress yang tidak menjanjikan. Gw memilih untuk mengalah kepada tubuh gw, kemudian berpikir untuk pasrah saja pada rencana Tuhan besok hari. Sudah bukan levelnya lagi bagi gw untuk sok gigih tentang kesempurnaan laporan ; gw hanya ingin semua penderitaan ini cepat-cepat selesai sehingga bisa sedikit mencicipi kebebasan hidup anak muda, sebelum dihadapkan pada kesuraman selanjutnya (baca : paper mata kuliah Metodologi Penelitian).

AGH.

Gw terjaga dengan kepala sakit 2 jam kemudian, yang semakin parah sepertinya ketika hati gw dengan riangnya bilang,'Hai, hari-H!'. Entah kenapa, kenyataan terasa kejam, padahal selama ini kenyataan memang selalu nyata mengejami gw dan gw telah teradaptasi dengan kondisi begitu. Ah, gw makin meringis saat gw harus berkutat dengan seabrek istilah asing tak berperikemanusiaan dari slide materi Jaringan Komputer sebagai persiapan UTS pagi nanti. Demi apa, Tuhan? Di tengah-tengah kacaunya sel-sel syaraf gw yang kurang istirahat plus terbebani dengan tugas yang belum selesai, gw mulai berlogika aneh dan mempertanyakan mengapa gw harus menjadi mahasiswa dalam usia dimana gw tidak seharusnya berjuang keras untuk hidup.

image : Remaja 19 tahun yang hanya tinggal ngambek dan minggat 12 jam dari rumah agar dibelikan Android baru dan ekstensi behel -_-


Aura stres yang sama memenuhi wajah teman-teman gw ketika gw menginjak lantai kampus. Maka, gw mencoba membangkitkan energi positif ke dalam diri gw dengan bergumam,'Hampir selesai, hampir selesai...'. Tentu saja itu bukan denotasi, tapi setidaknya itulah satu-satunya obat penenang yang gw punya mengingat gw tidak punya duit untuk membeli obat penenang yang sesungguhnya, dan gw juga memiliki cukup iman untuk tidak melakukan bunuh diri. Matahari yang begitu cepatnya naik semakin menambah nominal tekanan yang menghimpit batin gw, menuntun gw untuk sesegera mungkin meninggalkan kelas Jarkom dan kembali bermuak-muakan dengan dokumentasi Basis Data.

Dan...berlalulah 2 jam tersibuk dalam hidup. Atas bantuan teknik kijang-sana-kijang-sini ala mahasiswa kepepet, yang dilaksanakan dengan implementasi emosional terdalam, (dianggap) selesailah dokumen-dokumen tugas yang sebenarnya asal-asalan itu. Setau gw, itulah hasil kerjaan paling berantakan yang pernah gw buat, dan, gw akui, gw malu sendiri jika melihat ulang tugas gw yang satu ini (yang akhirnya memaksa gw untuk merevisinya di akhir semester demi kepuasan pribadi). Tapi, mau gimana lagi lah ya? Gw relakan harga diri gw tergadai daripada kelompok gw dihadiahi titel "Tidak Lulus" karena telat ngumpul. Gw sangat tau kalau gw lebih punya keberanian untuk ngelamar jadi anggota grup debus daripada untuk mengulang kegupekan yang sama tahun depan.

Waktu membawa gw dalam mode lebai sehingga sukses menyenggol knalpot motor orang dengan matic-nya Rita dalam perjalanan menuju fotokopian terdekat. Mungkin gw akan diajak berantem kalau aja gak ada bapak-bapak bijaksana yang menengahi dengan alasan shalat Jumat yang sebentar lagi akan dimulai. Setelah sedikit bersyukur karena menyadari bentuk penyelamatan yang Tuhan kirimkan kepada gw, gw pun tenggelam dalam ribetnya aktivitas print dan burning, pindah-memindah data antar flashdisk yang membuat perih mata karena file-file yang bersangkutan lumayan banyak dan bertebaran, serta protes berulang-kali akibat hardcopy yang tidak sesuai harapan. Penghabisannya adalah ketika gw kesannya harus melintasi gurun dan menembus langit ketujuh untuk mendapatkan tempat yang menawarkan jasa jilid sambung -___-


Finally, sayup-sayup bisa gw dengarkan Ir. Soekarno mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan saat tugas akhir kami sampai di meja dosen dengan tepat waktu, selamat, dan tanpa ditolak. Oh Yeah. Ingin rasanya gw buka lapak disko saat itu juga kemudian mulai party-party merayakan pencapaian hari ini. Sayangnya, ide seperti itu beranalogi dengan bilangan imajiner dalam Matematika, sehingga penggantinya disesuaikan dengan mempertimbangkan kemampuan finansial mahasiswa, yaitu makan di kantin. Sesudah fokus yang luar biasa besar-besaran untuk urusan akademik, gw pikir adil rasanya jika sekarang gw menaruh perhatian pada perut gw sendiri.

Masih ada praktikum Pemrograman Perl sore itu, namun gw putuskan bahwa gw tidak mau mengenal kata "kuliah" sampai fajar besok. Kegiatan gw selanjutnya adalah online sampai petang, kemudian pulang ke rumah, menjemput surga yang telah menunggu dalam kamar : bantal dan guling.

No comments:

Post a Comment