Hai, peradaban! Sekian lama kita tak bersua, dan Anda masih gitu-gituuu aja. Hahaha.
Baiklah. Sebulan tak bertemu sinyal mapan itu membawa saya kembali ke jaman masih cupu dulu. But, it's okay. Ada sesuatu yang lebih, sangat-sangat lebih berharga, yang menemani saya di pelosok desa sana sehingga saya bisa sedemikian lupanya pada handphone maupun koneksi. "Sesuatu" inilah yang mampu memaksa saya memprotes hidup perihal sebulan yang hanya 30 hari. Ya, kenapa singkat sekali? Kenapa gak lamaaa banget kayak PKL-nya mahasiswa FKIP? Dan. Kenapa. Sangat. Membuat. Kangen???
Jadi, pas pulang bareng Miranti itu, tersebutlah kalimat seperti ini: "Kalau jam segini pasti sibuk ngingetin buat shalat. Yang males-malesan bakalan diteriakin dan yang tidur akan diseret-seret. Tapi pasti ribut dulu milih-milih imam. Terus ribet lagi milih-milih tempat karena ruangannya gak muat. Pokoknya lama dulu dah. Hahaha". Siapapun yang baca tadi pasti sadar ya kalau serangan rindu itu sudah datang, bahkan sebelum genap sehari kita berpisah lho. Selanjutnya, memori sahur yang rusuh ter-recall jelas-jelas di kepala ketika saya melakukan kegiatan yang sama di rumah. Entah kenapa aneh aja gitu saat delapan nyawa yang lain gak hadir di depan mata. Dan, percaya atau tidak, saya merasa kehilangan ketika Saudari yang pada dua hari terakhir di Ngadi Rejo kemarin saya ajak terjaga sampai jam setengah 3 subuh tidak tidur di sisi saya lagi. Sekali lagi, aneh aja gitu. Saat semua kebersamaan itu lenyap, beberapa hari setelah kepulangan saya ke Bandar Lampung, dunia terkesan lain.
Saya bukanlah seseorang yang frontal dalam mengungkapkan isi hati saya yang sebenarnya, jadi maklumilah ketika saya susahnya luar biasa mengucapkan kata "kangen" saat telekonferensi kemarin-kemarin. Sejujurnya dan sesungguhnya, mau ketemu parah ini mah. Waktu itu saya memang diem di mulut ketika Seseorang tanya,"Yang paling berkesan dari kita ini apa?", tapi, sekali lagi, sejujurnya dan sesungguhnya, tidak begitu.
Kita jawabannya. Kita yang paling berkesan. Yang paling berkesan dari kita adalah kita. "Sesuatu", yang saya singgung di awal tadi, juga kita.
Baiklah. Sebulan tak bertemu sinyal mapan itu membawa saya kembali ke jaman masih cupu dulu. But, it's okay. Ada sesuatu yang lebih, sangat-sangat lebih berharga, yang menemani saya di pelosok desa sana sehingga saya bisa sedemikian lupanya pada handphone maupun koneksi. "Sesuatu" inilah yang mampu memaksa saya memprotes hidup perihal sebulan yang hanya 30 hari. Ya, kenapa singkat sekali? Kenapa gak lamaaa banget kayak PKL-nya mahasiswa FKIP? Dan. Kenapa. Sangat. Membuat. Kangen???
Jadi, pas pulang bareng Miranti itu, tersebutlah kalimat seperti ini: "Kalau jam segini pasti sibuk ngingetin buat shalat. Yang males-malesan bakalan diteriakin dan yang tidur akan diseret-seret. Tapi pasti ribut dulu milih-milih imam. Terus ribet lagi milih-milih tempat karena ruangannya gak muat. Pokoknya lama dulu dah. Hahaha". Siapapun yang baca tadi pasti sadar ya kalau serangan rindu itu sudah datang, bahkan sebelum genap sehari kita berpisah lho. Selanjutnya, memori sahur yang rusuh ter-recall jelas-jelas di kepala ketika saya melakukan kegiatan yang sama di rumah. Entah kenapa aneh aja gitu saat delapan nyawa yang lain gak hadir di depan mata. Dan, percaya atau tidak, saya merasa kehilangan ketika Saudari yang pada dua hari terakhir di Ngadi Rejo kemarin saya ajak terjaga sampai jam setengah 3 subuh tidak tidur di sisi saya lagi. Sekali lagi, aneh aja gitu. Saat semua kebersamaan itu lenyap, beberapa hari setelah kepulangan saya ke Bandar Lampung, dunia terkesan lain.
Saya bukanlah seseorang yang frontal dalam mengungkapkan isi hati saya yang sebenarnya, jadi maklumilah ketika saya susahnya luar biasa mengucapkan kata "kangen" saat telekonferensi kemarin-kemarin. Sejujurnya dan sesungguhnya, mau ketemu parah ini mah. Waktu itu saya memang diem di mulut ketika Seseorang tanya,"Yang paling berkesan dari kita ini apa?", tapi, sekali lagi, sejujurnya dan sesungguhnya, tidak begitu.
Kita jawabannya. Kita yang paling berkesan. Yang paling berkesan dari kita adalah kita. "Sesuatu", yang saya singgung di awal tadi, juga kita.
Juli saya luar biasa indah karena ada KITA.
No comments:
Post a Comment