Hahaha. Selangkah lebih maju menuju kepala dua.
Dua tahun belakangan gw tetapkan sebagai masa-masa sakral dalam hidup gw. Jujur, bukan ikut-ikutan generasi muda jaman sekarang yang sok-sok mengkultuskan umur 17 dengan alasan mulai boleh nonton film yang berlabel "Dewasa", tapi memang begitulah yang gw alami. Selama itu, hati gw diuji dengan banyak rasa. Dunia menggodok gw dengan sederetan pengalaman, yang menurut gw, betapa beruntungnya gw bisa mendapatkannya, meskipun kebanyakan sifatnya pahit, getir, dan barbar (loh?)
---------------------------------------------------~o0o~--------------------------------------------------
Ketika gw masih meraja di SMA sebagai senior, gw belajar tentang "kerja keras". Yah, ngertilah ya hari-harinya murid kelas 3 SMA. Yang setiap kali diperingatkan dalam upacara bendera bahwa nama baik sekolah ada di pundak kami. Yang porsi jam sekolahnya ditambah sampai maghrib. Yang rela kembali ke kasur kamar lewat tengah malam setelah sepanjangan drilling soal-soal. Yang tega melakukan ibadah Sunnah di saat orang-orang rumah lagi nyenyak-nyenyaknya tidur atau seorang teman mau traktir dalam rangka ulang tahun. Yang ngerepotin orang tua karena harus ngeluarin duit bermiliar-miliar banyaknya untuk ikut simulasi, daftar bimbel, beli buku teks, atau nego dengan calo kursi ~menyingkap layar hitam. Yang galau ketakutan saat menyaksikan nominal passing grade jurusan tujuan di perguruan tinggi idaman. Hahaha.
Yang larut dalam pusaran persaingan berbau seleksi alam: "yang kuat yang bertahan, yang lemah akan lenyap". Kalau yang satu ini, sesuatu bangetlah pokoknya. Karena situasi yang menerapkan prinsip "bunuh atau dibunuh" begitu merupakan faktor utama yang mendorong gw memforsir diri sendiri sampai sumsum tulang, sangking gak mau kalahnya perihal nama besar calon universitas, selain karena gw juga yang menginginkan sekolah kedokteran yang berkualitas. Namanya juga ego manusia kala puber ya, apalagi watak gw yang menggemari rivalitas, "kualitas" di sini maksudnya adalah komunitas akademik yang dipenuhi dengan orang-orang dengan isi otak setaraf dewa. Sebab, saat itu gw berpendapat bahwa semakin tangguh lawan yang gw hadapi, akan semakin pesat dan curam improvisasi yang gw raih.
Yeah. Apapunlah.
Walaupun hasil akhirnya adalah nyasar ke jurusan "yang bukan gue banget geto" milik universitas yang tidak pernah masuk hitungan, it's OK. Gw tetap masih bisa bersyukur karena, di sini, dua buah mimpi gw terwujud, meskipun akibatnya tiga mimpi yang lain berada dalam status "menggantung".
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
"17 tahun gw lengkap lho. Lo gmana?"
"Entah deh. Gw ngerasa 17 tahun gw akan jadi masa-masa paling suram dalam hidup gw. Kl ibaratnya roda, sekarang gw bener-bener lagi ada di bawah."
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Cuplikan tadi adalah potongan sms-an antara gw dan seorang teman setelah gw yakin kalau gw telah gagal di SIMAK UI 2010. Wajar kan? Efek nano-nano cenderung depresi langsung muncul saat menyadari bahwa gw tidak mampu menembus dinding tebal antara gw dan almamater yang gw puja-puja padahal gerbangnya sudah terbuka sebesar 60%. Sudahlah, lupakan periode kelam yang maha lebai itu. Menjelang 18 tahun, gw pun tersenyum terhenyak. Dengan mempertimbangkan semua hal yang sukses gw lalui dalam 365 hari terakhir, maka gw putuskan kalau respon gw saat itu terlalu cepat. Terkadang gw ingin seluruhnya diputar ulang sehingga gw mampu memberikan balasan begini : "Ya, 17 tahun gw juga lengkap."
Februari terkesan mengagumkan saat gw dan teman-teman gw menjuarai suatu kompetisi Cepat Tepat. Kami menganggapnya sebagai "perpisahan yang indah". Suatu memori berharga lainnya yang menyisakan sekian cerita-cerita bodoh menyenangkan hingga kelulusan. Sampai 3 bulan kemudian, mata gw disiram oleh tulisan "Anda gagal"; yang berlanjut pada pengecekan hasil SNMPTN pukul 3 subuh, dimana gw terdampar pada pilihan kedua.
Resapi kelengkapannya! Sukacita sekaligus penderitaan dapat ditemui dalam kurun waktu yang dekat. Itulah sebabnya gw menjadi teladan remaja galau. Namun bukan itu. Sisi lengkap dalam konteks pemikiran gw adalah ketika gw tidak melulu menyesal dan mampu mengambil hikmahnya. Ketika gw mengakui bahwa hukum pertukaran setara tidak hanya berlaku dalam reaksi antar atom. Ketika "apa yang kamu tuai adalah apa yang kamu tanam" adalah benar.
Benar bahwa Tuhan itu Adil dan Maha Memperhatikan.
Hidup adalah ilmu paling nyata serta paling mewakili seluruh makhluk hidup yang ada di dunia. Tidak seideal Fisika, atau seabstrak Matematika, atau serumit Kimia, atau fakta Biologi yang sangat detail dan terlalu banyak. Intinya, hanya sesimpel itu.
"...Benar bahwa Tuhan itu Adil dan Maha Memperhatikan."
Gw senang. Saat gw (terpaksa menganggap diri gw) sudah dewasa, gw bisa belajar dari guru yang hebat.
---------------------------------------------------~o0o~--------------------------------------------------
Kemudian, gw menutup agenda usia 17 yang tak ber-KTP dan dengan sepenuh hati mulai menodai lembaran 18 tahun dengan kecarut-marutan yang baru.
Kali ini, gw mendapat azab berupa "bersabar". Entah apakah karena gw yang berlumuran dosa atau Tuhan yang sangat sayang sama gw, yang jelas, sakit. Seseorang, dengan hasratnya yang menggebu-gebu untuk menjadi dokter bedah syaraf, belajar keras sampai bosan dan tidak sayang mengorbankan saat-saat yang sebenarnya merupakan waktu luang. Setelah itu semua, ketika ia mendapati namanya dalam daftar calon mahasiswa kedokteran suatu universitas, ketika ia bahagia bukan kepalang karena sekejap menerima halusinasi dirinya dengan mengalungkan stetoskop di leher, saat itu juga pipinya dipukul keras-keras dengan konfirmasi dari orang tuanya bahwa ia tidak akan melakukan daftar ulang dikarenakan terjadi masalah internal. Sungguh klasik seperti sinetron anak-anak Indonesia yang putus sekolah karena kemiskinan.
Tapi begitulah adanya. Gw sangat menyayangkan kekontrasan antara harapan dan realita, dimana sesusah payah itu gw berusaha, namun kesempatan yang gw punya segera lenyap semudah buang sampah sembarangan.
Gw pikir, selama ini, itulah bantal terbasah yang gw buat dengan tangisan gw.
Telah gw tetapkan kalau gw tidak akan pernah merasa bangga hanya karena nilai besar karena sifatnya yang relatif. Oleh karena itu, imbasnya hanya sekedar rasa tenang saat IP gw, secara tak terduga, luar biasa. Untuk yang satu ini, gw sudah bisa bersyukur asalkan seluruh huruf mutu yang gw dapatkan menandakan kalau gw lulus. Ya, cukup dengan lulus, tidak perlu mewah-mewah. Pasalnya, gw gak mau hari libur gw diganggu dengan tugas tambahan dan melobi dosen.
---------------------------------------------------~o0o~--------------------------------------------------
4 Februari 2012, 02.15 AM
Gw merenung.
Mempertanyakan, yang manakah antara dua ini yang akan Tuhan pilihkan untuk gw sebagai ending theme di usia belasan : "jangan menyerah" atau "melepaskan".
Gw berharap, sangat berharap, gw tidak akan mengganti kalian bertiga dengan mimpi-mimpi yang baru di pertengahan tahun ini. Meskipun motivasi belajar gw sekarang lebih karena gw menikmati segala macam eksplorasi sains, bukan karena "demi cita-cita", gw tetap berdoa semoga kalian terwujud. Amien.
Happy birthday, Saya! #tiup obor
No comments:
Post a Comment