Mengadaptasi jargon anak-anak UI : We Are The Yellow Jackets.
Kami ini cuma sekelompok [gak sekelompok sih, cuma bertiga kok] anak muda yang memiliki ketertarikan tersendiri kepada tempe bongkrek ; yang ketertarikan itu sebenarnya muncul bukan karena memang ditarik-tarik [hahaha] tapi lebih karena tuntutan profesi saat itu sebagai peserta LCTIP IPB 2009.
The Bongkrekers bukan berdiri di IPB ; mentang-mentang pikiran sinting Anda (baca : saya) mengakronimkan IPB dengan kepanjangan Institut Pembuat Bongkrek. Bukan, sama sekali bukan. Yang jelas, kami juga sebenarnya tidak tahu dimana dan kapan The Bongkrekers tercipta -_-“. Kasarnya, The Bongkrekers terbentuk secara tidak jelas ; tapi bukan karena kekuatan gaib lah kami bisa eksis di dunia karena pada dasarnya kami ini anak-anak yang bersikap ilmiah dan berpegang teguh pada hukum-hukum ilmu pengetahuan (iyalah, secara anak IPA gitu [ciiieeehhh…]). Mungkin sejarahnya bisa diawali oleh salah seorang anggota kami yang berinisial CTN, yang saat itu dengan hebatnya berhasil mengucapkan kata “bongkrek” dengan nada yang “bongkrek” banget! [apasih].Yah, jika ingin dicari-cari dan ditelaah penyebabnya, hanya ada satu kesimpulan : The Bongkrekers itu ada lebih karena perasaan senasib sepenanggungan seperjuangan sebagai anak-anak yang terlahir “autis sejak dini”. The Bongkrekers pun sungguh bukanlah sebuah grup atau perkumpulan, hanya sebuah sebutan saja untuk kami ; “untuk seru-seruan”, begitu bahasa remajanya lah.
Sebagai perwujudan dari sisi “seru-seruan”, maka kami tidak terlalu peduli dengan hal-hal serius seperti visi atau misi. Lagipula, kan sudah terbilang sebelumnya kalau The Bongkrekers itu bukan sebuah grup atau perkumpulan, jadi ya tidak punya urusan apa-apa dengan yang namanya visi dan misi. Tingkah kami ini ya… bisa diilustrasikan begini : tanyakan saja pada orang-orang yang murni normal tentang aktivitas apa yang mustahil mereka kerjakan ; yah, mungkin sebagian kecil dari jawaban mereka itu adalah rutinitas kami sehari-hari.
Sesuai dengan titel “kelompok paling selektif dan eksklusif yang pernah muncul di alam nyata”, maka dari itu anggota kami ini tidak banyak-banyak amat (baca : ya cuma kami bertiga inilah anggotanya). Proses regenerasi nyawa di kelompok ini bisa dicap dengan taksiran angka nol, karena memang susah sekali menemukan orang-orang yang setipe pola pikirnya dengan kami. Jadi maklum saja kalau kata “perekrutan” itu masih hal asing dari zaman purba manaaaaaa gitu kedengarannya di telinga kami.
Tanpa panjang lebar lagi, maka izinkan kami mempermalukan, ups maaf, maksudnya memperkenalkan diri kami satu persatu.
1. Atmaningtyas Sri Rahayu
Disebut Bongkrek 1, atau bahasa Inggrisnya Psssst Bongkrek (psssst : pronunciation “first” [kurang lebihnya begitu ya]). Disebut begitu karena beliau lah yang paling tua. Lihat saja tanggal lahirnya : 19 Maret 1929. dari angkanya yang kepala 20-an itu saja sudah jelas terlihat raut-raut perjuangan zaman penjajahan dulu. Bisa dibilang salah satu patriot bangsa Indonesia seperti yang diiklankan di tipi-tipi itu ya mbak Atma inilah XD.
Eits, jangan salah.Walaupun tua, dia masih dibilang remaja lho! Betapa awet mudanya kan mbak Atma ini???
(Pis, prend)
Btw, mbak Atma ini juga satu-satunya wanita lho di kelompok ini, karena yang lainnya cowok semua [muka polos].
Panggilan akrabnya Atma, walaupun di hari-hari yang lalu segelintir oknum-oknum iseng gak punya kerjaan dan tak bertanggung jawab sempat memplesetkan namanya jadi RSA (Rahayu Sri Atmaningtyas [sumpah, gak penting banget! Siapa sih yang mulai??? => yang ngomong gak nyadar]). Bahkan ada yang dengan jahatnya bilang “Ambon” (Atma bonding) => ini Adit, bukan gw!, tapi atas rahmat Tuhan panggilan-panggilan aneh itu pun tak jadi populer.
Atma ini sekarang bercokol di Salemba, menimba air (baca : pendidikan) di FKUI (Fakultas paling Keramat di Universitas Indonesia). Sekarang jadi anak asrama ; dengan problem pertama yang dihadapinya adalah “jauh dari keluarga”. Saya rasa, Atma sudah berhasil mengatasi problem lamanya tersebut, walaupun memang masih getol pulang kampung hanya dalam jangka waktu libur 2 hari.
Ehm, sedikit membeberkan rahasia perusahaan, beberapa waktu yang lalu, layaknya seorang remaja dalam masa puber, Atma berhadapan dengan masalah cinta. Tapi alhamdulillah-nya, sepertinya masalah cinta itu terlupakan sudah (iya tah? Saya ragu), dan berganti dengan masalah riset dari aktivitas perkuliahannya yang kabar-kabarnya berhasil membuat dia stres. Tambahan, Atma sempat curhat akhir-akhir ini tentang kelakuannya yang seperti embrio (baca : tidur terlalu pagi), sehingga sedang mencoba berguru ilmu insomnia kepada orang-orang ahli. Setelah dipikir-pikir lagi, rupanya Atma punya hambatan yang cukup serius juga dengan lingkungan sosialnya di Jakarta sana. Yah, meskipun di sini kesannya ia terlibat banyak masalah, tapi ia bukan sampel “manusia pembuat masalah” kok. Hahahahaha.
Intensitas membuat kekacauan : 65%. Nominal yang masih normal sepertinya, walaupun sebenarnya itu sengaja dinormal-normalkan karena orangnya sendiri tidak sudi dibilang gila padahal dia memang gila. Apa ya? Bisa dibilang paling waras lah di antara kami bertiga, meskipun warasnya kami ini masih termasuk gila di kalangan orang biasa. Perlu bukti? Saat di Bogor, Atma sok malu-malu ikut dalam insiden “acak-acak makanan”, padahal mah ujung-ujungnya terlibat juga nambah-nambahin tisu ke dalam gelas. Tapi saat anggota lain berinisial FA mulai memasukkan saus, Atma mulai berekspresi layaknya orang normal : merasa jijik ; dari sanalah ditarik kesimpulan kalau Atma masih punya sisi waras, walaupun ekspresi jijiknya itu bisa dibilang jijik stadium rendah.
Selain dari itu, masih ada lagi satu perilakunya yang benar-benar membuat risau dunia pendidikan : suka banget menipu FA dengan berbagai alasan lalu tertawa-tawa senang via handphone setelah tahu kalau tipuannya itu sukses besar. Entah siapa yang salah, apa memang Atma yang punya bakat sebagai tukang bohong ulung, atau memang FA yang tipikalnya terlalu polos ; bisa jadi (dan mungkin saja) alasan yang tepat adalah komplikasi antara keduanya. Namun, peribahasa berbicara,”sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya jatuh juga.” Dengan rasa persatuan yang dalam antar anak LCT, FA berhasil membalas dendam pada suatu malam Minggu yang cerah atas semua penipuan yang dialaminya ; dengan membawa-bawa judul “Ujian Nasional” [backsound : bwahahahahahahahaha!!!].
Di masa-masa yang lalu, sempat berselisih jalan dengan CTN, walaupun pada akhirnya mereka berdua berpisah dengan baik-baik (sepertinya). Entah masalahnya apa, seberapa tinggi tingkat permasalahannya, penyebabnya apa, sumpah gak jelas (bagi saya) ; yang penting mereka tidak saling dendam dan tidak saling memutuskan hubungan sebagai saudara seperguruan dan seper-LCT-an. Yah, maklumlah, mereka masih anak kecil. Fuh… [geleng-geleng kepala].
Spesialisasi Atma di masa lalu adalah bidang Kimia ; entah sekarang masih spesialisasinya atau tidak. Anak emas Bu Siho [tepuk tangan] ; bukan cuma Bu Siho sepertinya, tapi guru-guru lainnya juga [tepuk tangan lagi]. Populer di sekolah sebagai anak baik-baik, dengan nilai rapor teramat sangat bagus (banget)---yang kalau orang gak punya iman buka rapornya, mungkin matanya langsung buta total permanen karena nilai-nilainya yang mewah parah---, selalu nongkrong di peringkat atas, tepatnya TERatas di hampir setiap ujian atau try out, berkelakuan sopan, barisan terdepan saat upacara tanpa pernah absen pakai topi (itu topi orang, bukan topinya. Ya setidaknya kan dia pakai topi…) dan baju seragam yang masuk setiap saat (walaupun di luar jam sekolah baju seragamnya langsung keluar-keluar seperti preman) => saya serius muji lho, mbak Atma. Putri kebanggaan almamater yang jadi tumbal kelompok LCT-nya sehingga dia harus meng-handle satu mata pelajaran ekstra : Matematika. Alhamdulillah-nya, dia tidak pernah protes atau tidak pernah juga merasa ter-tumbal-kan. Hahahahaha. Toh, gak ada ruginya juga kan dia belajar Matematika???
Ultah terakhirnya adalah H-4 Ujian Nasional. Hampir H-3 ya? (maksa). Horor banget dah, berulang tahun di saat-saat semua orang sedang mencapai tingkat stres-nya yang tertinggi. Gak tau lah orang-orang siapa, tapi aku mah biasa aja kok (syoh, sombong…). Entah deh di hari ultahnya itu ada something special atau gak ; tanya sendirilah sama orangnya. Saya tidak tahu ; namanya juga manusia, saya sadarlah gak baik ikut campur urusan manusia lainnya sampai terlalu dalam. Yang jelas, sebagai teman yang baik, saya mengucapkan selamat ultah kok ke Atma. Kalau tidak salah, saya mengucapkannya via sms tengah malam gitu ; dibarengi niat jahat untuk mengganggu tidurnya. Hahaha.
2. Christyan Tamaro Nadeak
a.k.a. Bongkrek Junior (BJ). Walaupun sempat julukannya berubah-ubah menjadi Bongkrek Ganteng dan Bongkrek Hutan, ujung-ujungnya kembali lagi ke sebutan Bongkrek Junior karena (mungkin…) memang sudah kodratnya beraura junior selamanya [hahaha].
Yah, jika saya bicara “jujur”, BJ ini dari tampak morfologinya memang terlihat seperti anak muda umur 17 tahunan. Bila saudara-saudara sekalian bersedia dengan penuh kerelaan hati menghitungi sinus dan kosinus sudut-sudut wajahnya [menyiratkan seolah-olah bangun muka BJ itu segitiga] serta mampu mendefinisikan persamaan garis singgung dari tiap kurva sidik jari yang tergurat di telapak tangannya, sungguh sangat jelas kalau BJ ini benar-benar remaja tulen yang sedang semangat-semangatnya mengejar cita-cita dan angkot Way Kandis (loh? Apa hubungannya???). Tapi siapa juga yang mengira kalau BJ ini terdengar tangisnya pertama kali oleh manusia pada tanggal 4 Desember 1939? Bila dioperasikan dengan hukum matematis, sungguh (ya, benar-benar sungguh) sungguh-sungguh sangat jauh sekali jaraknya dengan tahun 2011 ini ya???!!! Maklumi sajalah. Matematika itu bisa saja menipu ; karena pada dasarnya ia adalah sekumpulan aksioma hasil interpretasi pemikiran manusia, dan kita juga tahu kalau pemikiran manusia itu mutlak tidak sempurna XD.
Panggilan resminya (sih) Iyan. Tapi “Iyan” agaknya ke-KERE-nan [ke-kere-nan lho, bukan ke-keren-an] gimanaaaa gitu deh, jadi beberapa orang memanggil dirinya dengan berbagai sebutan lain yang sebenarnya (kalau dipikir-pikir) berasal dari namanya sendiri kok. Ketika pertama kali nongol di tim LCT, marak sekali seperti booming film box office panggilan “Christi”. Kalau manggil “Christ” kayaknya tanggung amat lah, gak enak juga sama lidah (hahaha), jadi bijaksananya mendingan huruf -i itu ikut juga sekalian.
Beberapa orang yang memanggil dia dengan “Christi” sadar sesadar-sadarnya lho kalau itu nama cewek. Tapi apa boleh buat? Paling mereka akan bilang,”Ah, Christi ini. Slow ajaaaa.” Terdengar jahat ya? Yah, sesungguhnya di telinga saya tidak terkesan jahat kok. Jadi, slow ajaaaaaa <ehehehehe>.
Ada beberapa orang yang memanggilnya dengan frase kedua : Tamaro. Itu pun tidak benar-benar “Tamaro”, melainkan “Tam-Tam”, bahkan ujung-ujungnya berakhir ke kesan wanita juga, yaitu “Tamara” ; sampai akhirnya dimulailah pengeksplorasian lebih lanjut menjadi “Christiana Tamara”. Belum lama ini, muncul lagi merek terbaru “Christya” meskipun itu hanya sesaat. Bahkan seperti kasus RSA, sempat pula secara tidak penting nama lengkapnya ditukar total menjadi NTC (Nadeak Tamaro Christyan). Untungnya masih ada orang-orang waras yang kasihan dan mau memanggilnya dengan sebutan “Iyan”.
Si Iyan (wah, manggil pake panggilan resmi) ini masih bercokol di sekolah tercinta SMANDA. Sekarang pangkatnya sudah berganti menjadi “senior” sehingga dia bebas berbuat apa saja di tim LCT SMANDA. Menurut sumber-sumber solid dan terpercaya, Iyan ini sekarang banyak bullshitnya, atau bahasa bagusnya tukang boong gitu lah. Setipe dengan Atma. Kalau mereka berdua diadu, entah siapa yang menang bullshitnya, yang jelas FA tidak pernah dibohongi sama Iyan [suatu prestasi tersendiri kan? *bangga*]. Kenapa bisa begitu? Yah, mungkin karena muka Iyan ini memang sudah kentara muka boong (PEACE, BRO!).
Problem yang sedang dihadapi? Kalau sudah jadi pelajar kelas XII itu apa sih problem utamanya? Secara umum, mudah ditebaklah ya, yaitu 2 poin : (1)lulus UN atau tidak dan (2)masuk ITB atau tidak. Apalagi sudah memasuki semester 2, kedua masalah itu makin runyam saja [pengalaman]. Ya gak? Tapi slow aja ; kabarnya ITB membuka kuota 100% untuk SNMPTN. Apalagi kemarin menjabat peringkat 1 Try Out ITB ya??? [cieeeeeee].
Kalau sudah begini, saya gak yakin Iyan bisa gak masuk dengan jumlah kursi tersedia sebesar itu. Amien.
(Itu doa serius dari dalam hati).
Di hari yang sama dengan pelaksanaan TO ITB itu, seseorang mengabari saya kalau Iyan mulai menggunakan kacamata. Kacamata minus 2 ; dengan spesifikasi mata kanan maupun kiri kedua-duanya minus 1, sehingga jika dijumlah menjadi -1 + -1 = -2 kan? [matematika pun terbawa]. Seseorang itu bilang lagi kalau Iyan jadi terlihat “unyu” [buat saya ini salah satu istilah menjijikkan. Orang menjijikkan mana yang menciptakan kosakata begini???] dan lebih pintar. Memang saya belum lihat ; tapi menurut mata hati saya, Iyan tetap saja BULLSHIT. Mau dia pakai lensa cekung, lensa objektif, lensa okuler, ataupun lensa pembalik pada teropong bumi, tetap saja bagi saya (dan mungkin beberapa orang) Iyan adalah Mr. Bv115h!t [sangking bvll5h!t-nya akhirnya jadi 4L4y].
Jangan ditanya. Please, jangan ditanya. Jangan pernah tanya apakah Iyan ini tipe-tipe remaja pengacau atau bukan. Anda pasti makhluk dari planet atau dunia lain jika masih tetap keras kepala bertanya. Begini, bisakah Anda rasakan aroma-aroma “kacau” di sekeliling Anda saat membaca tulisan ini??? Ya, kacaunya itu sudah seperti penyakit menular. Jika iseng dinominalkan, mungkin tingkat kekacauannya telah menyentuh angka 8. Atau Anda bisa tanya rekan-rekannya di SMANDA sebagai bahan referensi. Jangan kaget juga jika mereka mematok nilai lebih.
Sesuai dengan keterangan (masih) sumber-sumber solid dan terpercaya tanpa ditambah atau dikurang, Iyan dan seseorang yang saya rasa tidak sengaja terlibat (Yone .red) bertingkah sedikit tidak manusiawi pada LCTIP 2010 lalu. Sebenarnya bukan salah Iyan jika ingin dicari pemicu awalnya. Tapi tetap saja siapapun yang berbuat maka dia yang salah [hahaha]. Tidak terlalu fatal juga lah akibatnya ; hanya saja Bu Siho sukses besar mencicipi rasa teh isi saus. Entahlah, saya juga lupa siapa yang mencontohkan Iyan untuk mencampur-campur makanan secara brutal seperti itu <yang ngomong tidak sadar>.
Iyan turut bergabung sebagai salah satu CEO (woh, CEO) dalam insiden “malam Minggu cerah sebelum pengumuman Ujian Nasional” yang dialami Atma. Untuk beberapa tindakan meyakinkan di awal dia memang patut diacungi jempol ; bahkan mungkin dialah yang pertama kali jadi sasaran interogasi via telpon dari Atma. Patut diacungi jempol sekali ; sampai akhirnya jempol itu sendiri harus mengarah ke bawah karena Iyan malah buka mulut. Entah karena desakan Atma yang membuat dirinya tertekan perasaan bersalah (alah!) atau apa ; yang jelas tindakannya yang terakhir ini benar-benar tidak membantu. Atma bisa tiba-tiba terjangkit DBD hasil penularan Flavivirus jenis baru kalau saja kebohongan saat itu dipending sampai besok pagi ; dan mungkin saja kami (pasti) akan dengan senang hati tertawa menikmatinya. Tapi sudahlah. Biar itu jadi sekedar kenangan manis bagi kami, walaupun di pihak Atma rasanya tidak manis sama sekali.
[NOTE : esoknya tatapan siswa/i kelas XII RSBI 1 serasa tidak bersahabat ke gw ; sampai akhirnya gw sadar kalau sesungguhnya saat itu gw telah membohongi ke-26 penghuni #EINsteins (gini bukan sih tulisannya?)
Harap maklum ya. Kami ini hanya sekumpulan anak-anak muda kesepian yang mencoba mencari kesenangan dengan memanfaatkan (penderitaan) orang lain. Lagipula, lumayan juga buat Atma karena insiden ini bisa jadi “stress simulation” sebelum menghadapi stres sebenarnya di FKUI. Jadi, sebenarnya, kedua belah pihak, baik yang dibohongi maupun yang membohongi, sama-sama diuntungkan di sini. Hahahahaha]
Spesialisasinya sampai sekarang adalah Matematika. Anak emas guru-guru Matematika yang pastinya lah ya, tapi yang secara terang-terangan menganakemaskannya semasa LCT adalah Pak Muji dan Pak Panto [applause]. [masih applause]. [masih applause!]. [waw, masih applause!!!]. [applause panjang berjam-jam sampai bel pulang SMANDA berbunyi]. [applause seharian sampai bel masuk SMANDA berbunyi besoknya]. [ya, applause aja terus sampe kiamat!!!] => maaf, terlalu mendramatisir. Entah populer atau tidak, saya juga tidak terlalu tahu karena bukan berasal dari angkatan yang sama dengannya. Sedikit yang bisa saya umbar di sini adalah Iyan itu selalu pakai jaket ke sekolah. Pertama kali saya kenal dengan jaketnya adalah jaket hijau bergambar peralatan sekolah tapi tulisan yang tercetak di sana adalah STONE [sebuah bukti dari ketidakkonsistenan perusahaan tekstil ; entah apa maksudnya mengalihkan makna SCHOOL ke kata STONE]. Lalu jaket yang kedua adalah jaket Green Day abu-abu yang sempat saya coba saat istirahat LCT THP 2010. Saat itu komentar saya adalah : bau. Maaf, itu bukannya datang dari hati, tapi sepertinya yang mengeluarkan judge jahat begitu adalah kepribadian saya yang lain [alasan mode ON]. Sedangkan yang ketiga, yang bertahan hingga sekarang adalah jaket kelasnya. Saya sempat paleng saat berkunjung ke SMANDA tahun lalu dan melihat banyak remaja mengenakan jaket kuning-kuning dengan tulisan SINCOSTAN yang membuat kepala saya pusing seketika (secara saat itu saya benci Matematika). Saya bahkan sempat berpikir ingin membakar toko yang berjualan jaket seperti itu dengan obor SEA GAMES. Sayangnya tidak jadi karena obor SEA GAMES sendiri sudah mati dan baru akan dihidupkan lagi tahun ini <hahahaha>.
Ulang tahun terakhirnya terjadi pada tanggal 4 Desember kemarin. Masih dari sumber-sumber solid dan terpercaya yang dilindungi kesaksiannya, kabarnya sempat terjadi kasus tidak mengenakkan saat acara potong kue. Tapi itu tidak berlangsung lama kan? Kamar kost-an Okta akhirnya bisa jadi sarana pelampiasan pesta kecil-kecilan. Sayang saja saya tidak ikut kecipratan Magnum ya.
Tak apalah. Untuk orang seperti saya, senang pun sudah cukup (coooohh…).
3. Febrasari Almania
Panggil saja Bongkrek 2. Walaupun merasa yang paling muda karena dikeluarkan dari rahim ibunya pada tanggal 4 Februari 1993 (paling muda kan di antara anggota lainnya???), tapi ia rela dijadikan Bongkrek tengah-tengah. Kenapa begitu? Sebuah prinsip yang simple saja : ia tidak ingin tidak terlalu diperhatikan sebagai urutan akhir dan juga tidak ingin terlalu mencolok karena titel “yang pertama”. Singkatnya, seorang Febra itu mengutamakan balance, dimana laju reksi reaktan menjadi produk sama besarnya dengan laju reaksi produk menjadi reaktan (itu bukannya kesetimbangan kimia ya? Kenapa istilah balance-nya nyambung ke situ???).
Biasa dipanggil Febra. Namun entah kenapa sejak menjajaki bangku SMA, panggilannya ini mengalami distorsi ke arah yang lain. Yang aneh pertama adalah “Pepi”. Pihak pencetus “Pepi” ini beralasan karena muka Febra mirip artis Pepi yang di tipi-tipi itu. Entah bagian muka mana yang sama, tapi Febra terima-terima saja karena dia sangat LEMAH untuk memperjuangkan panggilannya yang biasa [KASIHAAAAAN…]. Sampai akhirnya seluruh teman sekelasnya berbondong-bondong memanggilnya dengan “Pepi” ; bahkan dalam kurun waktu yang bisa dibilang cukup singkat, sebutan “Pepi” itu bermetamorfosislah menjadi aneka macam variasi panggilan baru seperti “Pepiyong”, “Pepong”, “Pepoy”, “Pepipul”, “Pepul”, “Pepbul”, dan serentetan “Pep-pep” lainnya. Belum lagi sebutan “Enchan” atau “Enchano” yang datang dari komunitas jilbaber. “Tawar” atau “Kentang” [ini lagi-lagi karena muka Febra dianggap mirip kentang] adalah sedikit dari panggilan tidak jelas lainnya. Lalu ada juga mereka-mereka yang dengan indahnya memanggil dengan “Febre”, “Fertebreae” [gw serasa tulang belakang!], bahkan “Fiber”! Pernah pula di kesempatan yang sama, kasus RSA dan NTC terulang sehingga nama lengkapnya ditukar menjadi AF (Almania Febrasari) ; yang sempat membuatnya bingung sendiri saat membaca komen notes untuk membedakan inisial barunya dengan inisial nama Aulia Febianda, salah satu juniornya. Tak ketinggalan juga orang-orang (tidak tahu motifnya apa) yang secara sengaja memenggal “Febra” menjadi 2 suku kata yaitu “Fe” dan [cencored], kemudian melegalkan seenaknya suku kata [cencored] sebagai panggilan. Parahnya, mereka mengucapkan [cencored] ini dengan enteng dan tanpa beban sama sekali. Pernah terdengar panggilan [cencored] ini diteriakkan (oleh seorang siswa cowok malahan) dari dalam kelas IPA 1 periode 2008-2010? Jika tidak pernah, syukurlah ; tapi jika pernah, mohon jangan sebarkan aib ini ke dunia luar ya.
Saat ini mengejar ilmu pengetahuan secara sementara di Fakultas MIPA Universitas Lampung. Kenapa “sementara”? Entahlah, mungkin Febra punya niat untuk berhenti kuliah dan langsung jadi sampah masyarakat saja.
(kasihan ya?)
Ada 2 masalah cukup besar yang saat ini sedang dia geluti berdasarkan skala prioritas, yaitu (1)masalah motivasi yang kadang naik kadang turun seperti pasang-surut air laut dan (2)masalah cita-cita seabrek, yang membuatnya cukup kebingungan harus memulai langkah nyata dari bagian yang mana. Tapi untuk dua masalah ini, Febra yakin waktu yang akan memberikan jawaban, sehingga dia slow-slow saja dengan keadaannya sekarang. Yang tergolong masalah berat justru terjadi di masa sebelumnya, dimana Febra mengalami apa yang disebut dengan friendsick syndrome ; yang hampir bersamaan dengan sindrom ini pula ia mengalami kegalauan terbesar dalam hidup : merelakan atau kembali mengejar fokus utama. Praktis, selama hampir satu bulan, Mr. Galau berhasil mengombang-ambing dan membingungkan hatinya, hingga akhirnya dia hanya bisa menangis sedu-sedan di dalam kamar. Febra bahkan berpikir : kalau saja kutampung air mata ini, mungkin aku bisa panen garam. Mungkin aku mampu menghasilkan 2000 bungkus garam ukuran 20 gram. Kalau per bungkusnya kujual Rp 1.000,00, aku bisa dapat untung bersih Rp 2.000.000,00 => kenapa jadi beralih ke otak bisnis???
Namun hanya sampai medio Oktober saja kegalauan itu berlangsung ; karena akhirnya Febra memutuskan untuk mengambil kesimpulan pasti : kembali mencoba menggapai FKUI. Walaupun ia sedikit merugi karena bisnis garamnya tidak berjalan lagi (bisnis lagi =_=’) akibat duktus lakrimalis sudah disegel rapat setelah Mr. Galau pergi, yah tidak apa-apalah. Febra telah menyiapkan solusi jitu untuk strategi bisnis season ke-2 kok, yaitu “panen garamnya dari air mata orang lain saja”. Hahahahaha.
Sama seperti Iyan, Febra ini termasuk tipe-tipe remaja pengacau tulen yang mungkin memang sengaja dilahirkan dari sperma dan ovum bertabiat pengacau dengan tujuan hidup untuk menciptakan kekacauan. Tidak ada yang tahu berapa “intensitas kekacauan” yang dimilikinya, sebab setiap KACAU-meter yang dipakai untuk mengukurnya selalu menampilkan hasil ERROR kemudian meledak seketika seperti kembang api tahun baru dengan hanya menyisakan asap sedap. Febra-nya sih mencoba berprasangka baik kalau tingkat kekacauan miliknya terlalu kecil sehingga sulit dideteksi oleh KACAU-meter biasa. Itu dari sisi pemikiran Febra ya, orang lain mungkin berpikir sebaliknya.
Dan mungkin pikiran orang lain itu yang benar. Ckckck.
Febra itu bisa dibilang tipikal manusia (saya sebenarnya juga tidak yakin Febra itu termasuk Homo sp. atau bukan #saya emang bukan Homo kok [Homo yang terakhir maknanya lain]) yang polos pada waktunya dan licik pada waktunya. Yang jelas, Febra mungkin tidak punya waktu sama sekali untuk sekedar sedikit bertindak waras <hahaha>. Mode polos membawanya menjadi pribadi yang mudah sekali tertipu, sedangkan mode licik membimbingnya menjadi pribadi “devil” [mengadaptasi istilahnya Aulia ; tapi tidak se”devil” Iyan kok, karena bagaimanapun juga Febra itu orang baik (narsis)] yang pada awalnya memiliki senyum menawan bersinar sampai ke ujung dunia namun lambat laun berubah jadi senyum picik karena menyimpan maksud terselubung. Punya obses tersendiri sama kacamata ; sayangnya obsesi itu harus dikubur dalam-dalam karena matanya sampai sekarang sehat-sehat saja. Hobi pakai jaket juga---hanya saja mulai terlihat bagus pakai jaketnya saat mengenakan baju bebas saja sehingga gak pernah pakai jaket semasa masih jadi anak berseragam---makanya jaket kelasnya udah JELEK RAPUH kayak gitu walaupun umurnya baru setahun kurang.
Populer? Ah, tidak. Kalau Anda sekalian mendengar nama Febra populer di masa lalu, mungkin untuk pertanyaan ini : orang ini cowok apa cewek? Atau kalau ada yang bilang Febra populer karena pintar, jangan percaya deh. Tidak ada nilai yang mewah, indah, atau apa ; nyaris tidak sampai KKM iya juga. Kalau memang kalian ketemu nilai bagus di rapornya, itu mungkin karena guru bidang studinya yang miris melihat tidak ada nilai yang bisa dibilang mengagumkan tercetak di rapor Febra sehingga beliau akhirnya bersedekah dengan sedikit mendongkrak nilainya ; atau wali kelasnya yang sibuk meminta tambahan nilai pada guru bersangkutan sehingga nilainya bisa terangkat (sedikit). Paling yang konstan kerennya di rapor itu hanya pada spesialisasinya, yaitu Biologi ; itu juga bukan karena dewa atau sejenisnya, tapi karena sang guru memandang Febra sebagai ex-olimpiade nasional, sehingga beliau sengaja menaikkan nilai Febra untuk menjaga nama baik. Hahaha. Saya beberkan sekarang ya kalau ITU SEMUA HANYA HOKI. Murni HOKI. Cuma datang latihan di sekolah 2 kali kok ya tiba-tiba bisa lolos OSN---gak wajar kan? Mungkin panitia olimpiade saat itu lagi juling matanya atau rasa belas kasihannya sudah masuk versi malaikat sehingga bisa dengan mudahnya menobatkan Febra sebagai salah satu peserta tingkat nasional.
Ulang tahun terakhirnya saat H-66 SIMAK UI 2010 [maksa-maksa-maksa].
Udah ah, Febra ini, gak penting.
-------o0o--------
Nah, sekarang, dari tulisan di atas, saudara-saudara sekalian bisa menentukan, mana “generasi muda yang patut dicontoh” dan mana “generasi muda yang tidak patut dicontoh”. Hahaha.
-Dari sebuah note facebook tertanggal 17 Januari 2011-
No comments:
Post a Comment