Gw terbangun di kamar yang panas. Dengan badan panas. Secepat-cepatnya gw ke kamar mandi, mencuci muka, kemudian kembali ke kasur bersama sebuah meja kecil sebagai tempat Daze berdiri. Berjam-jam gw terduduk di sana sambil kepo-kepo berbekal koneksi inet. Tertawa-tertawa sendiri, yang memaksa Zhia iri. Hingga akhirnya gw kelelahan sendiri, lalu tertidur lagi di saat yang lainnya bangun.
Setelah secara tak bermoral menghabiskan segelas susu coklat milik orang, gw pun mencurahkan perhatian pada Sistem Digital. Jadi, ceritanya, hari ini Zhia mau perbaikan dan gw punya tugas suci untuk mengajarinya. Dengan tegar gw melawan bukaan mata yang besarnya di bawah normal, lantas sibuk bersama teori konversi bilangan dan K-Map selama setengah jam.
Ketika jarum jam dinding menyentuh pukul 10 lewat, gw pulang ke rumah bersama sepotong tisu, sekaleng Nescafe dingin, dan palu Bapak Negara. Gw perlu memakukan segala gembok yang dibeli kemarin ke pintu kamar gw, agar Orang Berkhianat ataupun Mereka Yang Begajulan tidak lagi semena-mena mengacak-acak kamar gw selagi gw tidak ada. Kemudian mencuci motor yang beberapa hari lalu dibawa menembus debu Baypass yang lagi liar luar biasa. Kemudian mandi sampai tampan.
Gw melakukan semuanya dengan total, yang berarti tanpa mempedulikan sela-sela jari tangan kanan gw yang sedang bern*n**. Gw memeriksa mereka lagi sebelum berangkat ke kampus, dan menyaksikan mereka sudah koyak-koyak tak karuan. Hebatnya, gw bisa sedemikian percaya dirinya tidak ambil pusing, sedemikian percaya dirinya menggenggam stang motor bulat-bulat kuat-kuat tanpa ada bantalan apapun.
Seusai menjemput hardisk, gw berkelana bersama Dua Orang Rempong dari bank ke bank untuk bayar SPP. Saat itulah tangan dan kaki kanan gw yang luka-luka mulai menunjukkan gelagat menyakitkan sehingga gw membungkus stang motor dengan dua lapis tisu. Sayangnya, sepertinya itu tadi cuma tindakan hiburan karena rasa sakitnya semakin menjadi-jadi saat gw dalam perjalanan panjang ke Teluk untuk mengantar stick PS. Puncaknya, gw terkapar tak berdaya di kamar, menahan ujung-ujung jari yang berdenyut-denyut mau meledak, yang memaksa gw gak kuasa bergerak kemana-mana, hingga harus mengutus Saudara-Saudari untuk membelikan obat salep dan bubur ayam.
No comments:
Post a Comment