Mungkin benar kalau gw terlalu menghayati semuanya, atau mungkin juga karena Masashi Kishimoto terlalu pintar untuk menyeret gw ke dalam pusaran cerita yang mengharu-biru---yang mungkin dapat diartikan pula sebagai "memang gw yang terlalu mudah untuk dipengaruhi" [T_T]; terserahlah, keduanya komplikatif ---atau mungkin sudah lazimnya spesies-spesies seperti gw ini bertingkah aneh begini, tapi yang jelas (bener-bener jelas menghabiskan kuota modem untuk membaca komik Naruto online), gw sadar kalau sabda Rasulullah yang ini benar: "Jangan bermusuhan lebih dari 3 hari".
Bisa kalian bayangkan rencana yang disusun Madara Uchiha untuk menciptakan kedamaian di dalam dunia shinobi yang selalu dipenuhi kebencian, walaupun kedamaian yang dia cari hanya sebatas "kedamaian semu". Kedamaian yang hadir karena pengaruh genjutsu terkuat, Mugen Tsukuyomi, dengan memanfaatkan eksistensi bulan dan kekuatan monster Jubi sebagai kreatornya. Sebelumnya Nagato mencoba mewujudkan persepsi "damai"-nya melalui penghancuran besar-besaran dunia menggunakan kekuatan Bijuu, yang di balik itu ia menaruh harapan: setelah mengenal penderitaan dan ketakutan, manusia akan berhenti saling menyakiti, sehingga perang dunia ninja yang telah berlangsung selama 3 jilid akan berakhir. Sungguh sebuah pengorbanan yang besar demi kedamaian yang bertahan sesaat saja.
Terlepas dari tokoh antagonis yang mereka perankan di dalam manga Naruto, gw setuju sekali kalau kedua-duanya itu perbuatan gila. Setahu gw, sesuatu yang baik tidak akan pernah bisa dicapai dengan cara yang jahat. Dilihat dari sisi manapun, itu gak rasional. Meskipun pada akhirnya terlihat baik, judulnya tetap "Nice Outside, Terrible Inside". Sayangnya, baik Madara ataupun Nagato, tidak bisa sepenuhnya disalahkan, karena bagaimanapun juga mereka hanya beropini dan berusaha merealisasikan pendapat mereka itu kepada dunia nyata. Pertanyaan yang pasti muncul adalah: apa tidak ada jalan lain selain ilusi atau kekerasan? Jelas ada. Namun dua orang yang gw singgung-singgung di atas terlanjur putus asa perihal "jalan lain" itu. Mereka berpikir kalau jalan seperti itu sangat sulit diterapkan, bahkan mungkin tidak akan pernah terjadi.
Jika kalian seorang pembaca setia, pasti sudah mengerti kalau "jalan lain" yang gw maksud adalah : manusia bisa saling memahami.
Suatu prinsip yang selalu digenggam oleh Jiraiya, yang ia tanamkan kepada seluruh murid-muridnya, mulai dari Yahiko, Konan, Nagato, Minato, sampai Naruto. Namun, sekali lagi, melalui berbagai kenyataan pahit yang diterimanya, berawal dari orang tuanya yang dibunuh tak sengaja oleh ninja-ninja Konoha, hingga kematian Yahiko yang didalangi pengkhianatan Hanzo, suatu kesimpulan terlahir di kepala Nagato: 'Aku sudah berusaha memahami semua orang, tapi mereka tidak pernah berusaha memahamiku. Guru Jiraiya terlalu berprasangka baik pada manusia. Sekeras apapun aku meyakinkan mereka, mereka akan tetap saling bunuh-membunuh demi kepentingan mereka masing-masing.' Rasa sakit yang bertubi-tubi perlahan-lahan melunturkan dan menghapuskan kepercayaan yang diwariskan oleh Jiraiya, berganti dengan teori baru, yang karena dibangun di atas rasa sakit, maka pada ujungnya pun akan menyakiti orang lain.
Jika kita bicara Madara, maka penggeraknya adalah harga diri. Dia yang tidak rela klan Uchiha terpojok di sudut-sudut Konoha dan menjadi anjing perang bagi klan Senju yang duduk di puncak pemerintahan desa, membawanya pada suatu dendam tak berujung. Segala manipulasi ia lakukan agar dapat hidup abadi dan memiliki mata Rinnegan, memperoleh kekuatan dewa, sehingga mampu mengendalikan seluruh umat manusia. Dari perspektif gw, jika Nagato kehilangan arah dan membuang kepercayaannya, maka dari awal Madara tidak memiliki kepercayaan sama sekali kalau klan Senju akan memahami derajat klan Uchiha. Mungkin gw akan meletakkan pelatuknya pada "keangkuhan", kebanggaan berlebihan yang dipelihara Madara di dalam hatinya karena merasa kekuatan sedemikian besar yang dimiliki olehnya dan anggota-anggota klannya tidak pantas untuk dijadikan "sampingan" saja. Madara ingin ia dan saudara-saudaranya dianggap "tinggi", lebih dari sekedar korps militer, tetapi tidak didukung oleh para pengikutnya sendiri karena mereka memvonis ambisi Madara tersebut ---yang nantinya diimplementasikan dalam bentuk kudeta oleh generasi Itachi--- hanya akan memicu perang lagi dan merusak kedamaian yang telah terjalin bersama Senju. Dapat dikatakan, tindakan Madara saat ini, selain membentuk pribadi sempurna dan mendatangkan kedamaian, juga merupakan aksi pembuktian pada dunia yang telah mengucilkannya, yang telah meremehkan dan tidak bisa memahami seberapa tinggi harga dirinya, bahwa ia layak menjadi penguasa tunggal.
Terlihatkah akar masalahnya? Ya, tidak adanya rasa percaya kalau manusia bisa saling memahami, sehingga muncullah ide-ide tidak wajar untuk menghasilkan dunia yang lebih baik. Jika dibandingkan dengan apa yang sedang terjadi di dunia kita, maka perbedaannya tipis. Tidak perlu jauh-jauh menyertakan perang internasional atau diskriminasi ras dalam contoh kita. Perhatikan Indonesia saja, maka akan kentara kalau antar elemennya belum bisa saling memahami. Peristiwa tawuran warga antar kampung atau pelajar dan mahasiswa, kemiskinan dan kebodohan yang kait-mengait seperti lingkaran setan, korupsi yang merajalela serta hukum yang dapat dibeli, kesenjangan sosial yang bagaikan bumi dan langit, serta sekian kasus kriminalitas yang tiap harinya melintasi acara berita di layar kaca adalah suatu tanda kalau pemahaman kita terhadap kepentingan orang lain masih sangat rendah. Ego kita yang tinggi belum bersedia menimbang-nimbang kebutuhan khalayak ramai.
Cobalah berpikir dahulu sebelum memutuskan suatu tindakan dengan bertanya kepada diri sendiri,'Jika saya lakukan ini, apa dampaknya untuk mereka yang ada di sekitar saya?' Mulai dari orang-orang terdekat, kemudian menyebar ke dalam lingkup yang lebih luas, tempatkan diri pada posisi mereka, temukan kerugian yang akan kita dapatkan, lalu rasakan bagaimana sakitnya. Jika kita menghayati rasa sakit orang lain, maka kita tidak akan berani menyakiti. Itulah intisari dari "saling memahami". Dengan "memahami", pohon kebaikan akan tumbuh dan membuahkan dunia yang benar-benar baik.
Tidak perlu takut jika ternyata orang lain tidak timbal-balik memahami kita. Setiap niat yang tulus akan dibalas dengan manis ---karena begitulah keadilan dunia, jika tidak sekarang, mungkin nanti. Tidak perlu khawatir juga tentang kapankah "nanti" itu tiba; karena seperti kejahatan yang mampu menulari sesama, begitu juga dengan kebaikan. Yang kita perlukan adalah terus bersabar dan jangan pernah berhenti berharap.
Tidak ingin makhluk-makhluk versi nyata Nagato atau Madara terlahir ke dunia toh? Maka dari itu mulailah dari hati kita masing-masing. Tuhan menganugrahi kita pendengaran, penglihatan, serta hati tak lain dan tak bukan untuk mendengar kepentingan orang lain, melihat masalah orang lain, dan yang terakhir adalah memahami perasaan orang lain. Jika tiang pemahaman sudah tegak dengan kuat, percayalah, akan datang kedamaian yang hakiki.
Bisa kalian bayangkan rencana yang disusun Madara Uchiha untuk menciptakan kedamaian di dalam dunia shinobi yang selalu dipenuhi kebencian, walaupun kedamaian yang dia cari hanya sebatas "kedamaian semu". Kedamaian yang hadir karena pengaruh genjutsu terkuat, Mugen Tsukuyomi, dengan memanfaatkan eksistensi bulan dan kekuatan monster Jubi sebagai kreatornya. Sebelumnya Nagato mencoba mewujudkan persepsi "damai"-nya melalui penghancuran besar-besaran dunia menggunakan kekuatan Bijuu, yang di balik itu ia menaruh harapan: setelah mengenal penderitaan dan ketakutan, manusia akan berhenti saling menyakiti, sehingga perang dunia ninja yang telah berlangsung selama 3 jilid akan berakhir. Sungguh sebuah pengorbanan yang besar demi kedamaian yang bertahan sesaat saja.
Terlepas dari tokoh antagonis yang mereka perankan di dalam manga Naruto, gw setuju sekali kalau kedua-duanya itu perbuatan gila. Setahu gw, sesuatu yang baik tidak akan pernah bisa dicapai dengan cara yang jahat. Dilihat dari sisi manapun, itu gak rasional. Meskipun pada akhirnya terlihat baik, judulnya tetap "Nice Outside, Terrible Inside". Sayangnya, baik Madara ataupun Nagato, tidak bisa sepenuhnya disalahkan, karena bagaimanapun juga mereka hanya beropini dan berusaha merealisasikan pendapat mereka itu kepada dunia nyata. Pertanyaan yang pasti muncul adalah: apa tidak ada jalan lain selain ilusi atau kekerasan? Jelas ada. Namun dua orang yang gw singgung-singgung di atas terlanjur putus asa perihal "jalan lain" itu. Mereka berpikir kalau jalan seperti itu sangat sulit diterapkan, bahkan mungkin tidak akan pernah terjadi.
Jika kalian seorang pembaca setia, pasti sudah mengerti kalau "jalan lain" yang gw maksud adalah : manusia bisa saling memahami.
Suatu prinsip yang selalu digenggam oleh Jiraiya, yang ia tanamkan kepada seluruh murid-muridnya, mulai dari Yahiko, Konan, Nagato, Minato, sampai Naruto. Namun, sekali lagi, melalui berbagai kenyataan pahit yang diterimanya, berawal dari orang tuanya yang dibunuh tak sengaja oleh ninja-ninja Konoha, hingga kematian Yahiko yang didalangi pengkhianatan Hanzo, suatu kesimpulan terlahir di kepala Nagato: 'Aku sudah berusaha memahami semua orang, tapi mereka tidak pernah berusaha memahamiku. Guru Jiraiya terlalu berprasangka baik pada manusia. Sekeras apapun aku meyakinkan mereka, mereka akan tetap saling bunuh-membunuh demi kepentingan mereka masing-masing.' Rasa sakit yang bertubi-tubi perlahan-lahan melunturkan dan menghapuskan kepercayaan yang diwariskan oleh Jiraiya, berganti dengan teori baru, yang karena dibangun di atas rasa sakit, maka pada ujungnya pun akan menyakiti orang lain.
Jika kita bicara Madara, maka penggeraknya adalah harga diri. Dia yang tidak rela klan Uchiha terpojok di sudut-sudut Konoha dan menjadi anjing perang bagi klan Senju yang duduk di puncak pemerintahan desa, membawanya pada suatu dendam tak berujung. Segala manipulasi ia lakukan agar dapat hidup abadi dan memiliki mata Rinnegan, memperoleh kekuatan dewa, sehingga mampu mengendalikan seluruh umat manusia. Dari perspektif gw, jika Nagato kehilangan arah dan membuang kepercayaannya, maka dari awal Madara tidak memiliki kepercayaan sama sekali kalau klan Senju akan memahami derajat klan Uchiha. Mungkin gw akan meletakkan pelatuknya pada "keangkuhan", kebanggaan berlebihan yang dipelihara Madara di dalam hatinya karena merasa kekuatan sedemikian besar yang dimiliki olehnya dan anggota-anggota klannya tidak pantas untuk dijadikan "sampingan" saja. Madara ingin ia dan saudara-saudaranya dianggap "tinggi", lebih dari sekedar korps militer, tetapi tidak didukung oleh para pengikutnya sendiri karena mereka memvonis ambisi Madara tersebut ---yang nantinya diimplementasikan dalam bentuk kudeta oleh generasi Itachi--- hanya akan memicu perang lagi dan merusak kedamaian yang telah terjalin bersama Senju. Dapat dikatakan, tindakan Madara saat ini, selain membentuk pribadi sempurna dan mendatangkan kedamaian, juga merupakan aksi pembuktian pada dunia yang telah mengucilkannya, yang telah meremehkan dan tidak bisa memahami seberapa tinggi harga dirinya, bahwa ia layak menjadi penguasa tunggal.
Terlihatkah akar masalahnya? Ya, tidak adanya rasa percaya kalau manusia bisa saling memahami, sehingga muncullah ide-ide tidak wajar untuk menghasilkan dunia yang lebih baik. Jika dibandingkan dengan apa yang sedang terjadi di dunia kita, maka perbedaannya tipis. Tidak perlu jauh-jauh menyertakan perang internasional atau diskriminasi ras dalam contoh kita. Perhatikan Indonesia saja, maka akan kentara kalau antar elemennya belum bisa saling memahami. Peristiwa tawuran warga antar kampung atau pelajar dan mahasiswa, kemiskinan dan kebodohan yang kait-mengait seperti lingkaran setan, korupsi yang merajalela serta hukum yang dapat dibeli, kesenjangan sosial yang bagaikan bumi dan langit, serta sekian kasus kriminalitas yang tiap harinya melintasi acara berita di layar kaca adalah suatu tanda kalau pemahaman kita terhadap kepentingan orang lain masih sangat rendah. Ego kita yang tinggi belum bersedia menimbang-nimbang kebutuhan khalayak ramai.
Cobalah berpikir dahulu sebelum memutuskan suatu tindakan dengan bertanya kepada diri sendiri,'Jika saya lakukan ini, apa dampaknya untuk mereka yang ada di sekitar saya?' Mulai dari orang-orang terdekat, kemudian menyebar ke dalam lingkup yang lebih luas, tempatkan diri pada posisi mereka, temukan kerugian yang akan kita dapatkan, lalu rasakan bagaimana sakitnya. Jika kita menghayati rasa sakit orang lain, maka kita tidak akan berani menyakiti. Itulah intisari dari "saling memahami". Dengan "memahami", pohon kebaikan akan tumbuh dan membuahkan dunia yang benar-benar baik.
Tidak perlu takut jika ternyata orang lain tidak timbal-balik memahami kita. Setiap niat yang tulus akan dibalas dengan manis ---karena begitulah keadilan dunia, jika tidak sekarang, mungkin nanti. Tidak perlu khawatir juga tentang kapankah "nanti" itu tiba; karena seperti kejahatan yang mampu menulari sesama, begitu juga dengan kebaikan. Yang kita perlukan adalah terus bersabar dan jangan pernah berhenti berharap.
Tidak ingin makhluk-makhluk versi nyata Nagato atau Madara terlahir ke dunia toh? Maka dari itu mulailah dari hati kita masing-masing. Tuhan menganugrahi kita pendengaran, penglihatan, serta hati tak lain dan tak bukan untuk mendengar kepentingan orang lain, melihat masalah orang lain, dan yang terakhir adalah memahami perasaan orang lain. Jika tiang pemahaman sudah tegak dengan kuat, percayalah, akan datang kedamaian yang hakiki.
Just to be nice, and the world will be a better place for you and I ~Jason Mraz
NOTE Maaf kalau bacaan seringan manga malah diulas secara berat begini :D
Sumpah, pasir ibu Gaara itu keren *_*
No comments:
Post a Comment