Sunday, August 28, 2011

Tepat Setelah Lulus

Kata maaf meluncur keluar melalui bidang kasar berkoefisien 0.4 dengan kecepatan awal 20 m/s. Hitunglah jarak yang ditempuh benda sampai berhenti!

(Eh, kok jadi Fisika?!)



Tes tes. Check check [alibi checksound]


Kata maaf meluncur keluar dari dasar hati penulis karena telah kesekian kalinya mengotori blogspace ini dengan sebuah posting sampah hasil karya orang yang juga SAMPAH (Hiks! T_T). Ini sudah lembaran tisu kelima, kawan, yang membuktikan betapa sedihnya gw karena gak bisa mengekang hasrat menulis yang abnormal. Lalu akhirnya lembaran tisu yang keenam, ketujuh, dan kedelapan. Lalu kesembilan. Ya, lalu kesepuluh. Juga kesebelas. Oh, banyak sekali tisunya. Bukan, tisu-tisu itu bukan untuk menyeka air mata sehabis menangis, tapi memang gw aja yang autisnya kumat jadi kurang kerjaan ngitungin tisu. Yah, maklumilah, tulisan ini bernada protes dan tanpa ada orang-orang seperti kalian yang (gw paksa) mendengarkan protes gw ini, gw akan galau, goncang, dunia persilatan gonjang-ganjing (?), kemudian akan panas, pusing, lompat-lompat menggapai layang-layang nyangkut, lalu berburu ubur-ubur (?????).


~~NICE PROLOGUE~~


Gw bukan mau bagi-bagi cerita-indah-menyenangkan ngapain gw tepat setelah lulus. Gak akan gw umbar-umbar karena fase itu merupakan aib khusus remaja jaman puber. Iyalah ; di saat semua orang lagi nyoret-nyoret di kertas buram karena soal ini perhitungannya rumit sekali, eh maaf, maksudnya di saat semua orang lagi nyoret-nyoret baju atau ngrumpiin calon salon tempat dandan buat perpisahan, gw malah lagi dihajar sama seseorang karena gw (dengan sadar dan sengaja) berbohong kalau orang itu gak lulus di malam sebelum pengumuman. Hajarannya sepenuh hati coy, sampai-sampai gw harus menghubungi psikolog gw untuk rehabilitasi akibat trauma mendalam [Anda tahu ini majas hiperbola].


Ya, gw akui gw ini anak yang bermasalah. Dari awal masuk SMANDA sebagai peserta MOS, gw udah mengacaukan definisi orang-orang tentang ‘bagaimana pria’ dan ‘bagaimana wanita’. Mereka kebingungan, lalu gw membiarkan mereka tetap dalam kebingungan, hingga akhirnya gw juga ikutan bingung karena mereka terus-terusan bingung. Ketika makin beranjak gila (bukannya beranjak dewasa malah beranjak gila), ketika kontrol diri gw musnah dan kehabisan udara, gw mulai nunggak uang kas, LKS gak bayar-bayar, kartu SPP ilang, jarang piket, saat Jum’at bersih bukannya nyapu-nyapu gw malah berfotosintesis, lalu foto-foto (hahah), kemudian bertransformasi dengan melakukan translasi (3,0) dilanjutkan refleksi terhadap sumbu X, lalu gw beralih fungsi jadi tukang sapu saat bersih-bersih selesai dan jam belajar dimulai (loh?). Ngerusak toilet, makanin batang palem, makanin putri malu, makan memakan, makan dan dimakan, jaring-jaring makanan, piramida makanan, makanan higienis, 4 sehat 5 sempurna, sapi memamah biak (XD), kudeta dan pengasingan guru-guru Matematika, ngebakar lab kimia dengan pengendalian api, menangkap avatar Aang lalu membunuhnya, berubah menjadi Power Ranger ; stop, stop, ini bukan gw woy! -_-“ Sangking banyaknya kekacauan yang gw lakukan ini membuat nama gw harum berkibar-kibar di SMANDA niscaya sampai 7 angkatan. Makanya kalau ada junior kamu nanya,”Kak, dulu kita punya kakak kelas namanya Febrasari Almania ya?”, lalu setelah kamu jawab,”Iya, kenapa dek?” terus si junior nanya lagi,”Oh… yang katanya suka ditemukan teronggok tak berdaya di dalam kotak sampah organik itu kan?” ; nah, biar dia puas, bilang aja dengan muka yakin,”Iya.”


Bahkan, namanya juga penyandang adjektif “bermasalah”, sampai-sampai setelah gw lulus pun gw masih punya sedikit masalah sama SMANDA. Tolong jangan tanya apakah masalah yang gw punya ini tergolong penting atau tidak, tergolong urgent atau tidak, tergolong masalah besar atau ternyata hanya biasa-biasa saja atau bahkan tergolong masalah yang sebenarnya tidak perlu dijadikan masalah. Jangan sekalipun bertanya tentang itu. You know me (so well), I know you (so well) ---SM*SH--- Yang jelas, beri gw selamat kalau ternyata di note ini gw menulis paling tidak satu hal yang bisa dibilang tidak gaje dan mampu dimengerti oleh orang banyak.


-------o0o--------


Q : Kenapa SMANDA melakukan renovasi habis-habisan tepat setelah gw lulus?

Ya, gw tau kalau semua renovasi itu terkait dengan SBI. Tapi coba perhatikan silogisme berikut.

P1 : Semua murid SMANDA diwajibkan membayar SPP
P2 : Semua yang membayar SPP berhak menikmati hasil pembangunan
P3 : [Febrasari Almania]* adalah murid SMANDA
K : [Febrasari Almania]* berhak menikmati menikmati menikmati** hasil pembangunan

*dapat diganti oleh nama-nama murid kelas reguler yang lain.
**tiga kata “menikmati” di sana bukan salah ketik, melainkan untuk mempertegas saja.



PS. Walaupun gw nunggak uang kas, gini-gini gw bayar SPP.
Gw juga gak pernah ngutang di kantin.
Karena semua budget buat uang kas mengalirnya ke kantin -_-



Jujur, bukan perbedaan fasilitas antara golongan reguler dan SBI yang mau gw perdebatkan. Itu sebenernya hal yang lumrah karena tercermin dari selisih biaya pendidikan yang luar biasa. Lagian, semua sarana-prasarana yang ditawarin SMANDA selama gw sekolah udah cukup untuk membuat gw mengucap syukur. Yah, mungkin yang gw sesali dari SMANDA hanyalah kenapa di sekolah ini gak ada tempat parkir buat helikopter? Gimana gitu ya, sebagai siswi yang pulang-pergi kemana-mana pake helikopter, jelas gw kesusahan [SOK BANGET SUMPAH].

Yang bener adalah : kenapa bukan toilet yang direnovasi paling awal? Gw rasa petinggi-petinggi SMANDA terlalu meremehkan peran toilet dalam mencerdaskan umat. Masa’ dari jaman gw masih imut-imut sampai sekarang pun gw masih imut-imut, itu toilet masih gitu-gitu aja? Gak imbang dong kalau gedung-gedung kelas udah kayak rumah makan Padang sementara toiletnya bisa dibilang lebih mirip ruang eksekusi mati daripada tempat buang hajat. Inget gak jargon sejuta pelajar : PMP a.k.a. Posisi Menentukan Prestasi? Karena jargon begituan udah kaku dan tidak mengikuti perkembangan era globalisasi, maka izinkanlah gw untuk mengusulkan jargon baru, yaitu TMP a.k.a. Toilet Menentukan Prestasi.


Anda akan selalu salah kalau menganggap saya sedang bercanda.

Yeah, Anda akan selalu salah.

Walaupun saya juga belum tentu benar (lho?)



Toilet adalah sumber inspirasi. Ya, silakan ketawa. Tapi memang begitulah adanya dan gw adalah buktinya. Bukan, maksudnya bukan karena setiap saat kalian memandang muka gw dan serta-merta kalian langsung dapet pencerahan lantas kalian men-judge muka gw mirip toilet. Bukan begitu ya. ***“Bukan, maksudnya bukan karena setiap saat kalian memandang muka gw dan serta-merta kalian langsung dapet pencerahan lantas kalian men-judge muka gw mirip toilet“ => Ini emang penulisnya kurang ajar ; bisa-bisanya menyisipkan kalimat yang menyanjung gw tapi juga sekaligus merendahkan gw*** Maksudnya, cukup sering gw dapet inspirasi hidup pas lagi di toilet. Ide buat ngejayus mampus di posting ini juga merupakan salah satu hasil brainstorming di toilet. Memang ini baru hipotesis, tapi gw punya suatu alasan ilmiah kenapa toilet bisa memberikan inspirasi lebih daripada di tempat lain. Asumsinya adalah kita melakukan pekerjaan-pekerjaan standar ketika di toilet, yaitu BAB dan BAK. Ingat, dari sekian banyak  limbah metabolisme tubuh, ada yang bersifat racun ; dan dari sekian banyak racun itu pasti ada yang kerjanya menghambat fungsi otak. Saat kita buang hajat, semua limbah yang racun-racun ini ikut terbuang dan secara logika, setelah bebas dari pengaruh racun, tentunya  kinerja otak jadi lebih baik dong. Jadi bukan hal aneh kalau kita jadi makin kreatif atau cerdas sesaat di toilet. Serius, gw bahkan pernah nemuin jawaban soal limit pas lagi merenung dalem toilet.

[Gw baru sadar kalau hipotesis yang gw kemukakan di atas bisa dijadikan bahan skripsi kedokteran]


Toilet adalah target pelampiasan. Kali ini, asumsinya adalah pekerjaan-pekerjaan di luar standar ketika berada di toilet. Toilet adalah sebuah tempat dimana rasa malu tidak berlaku ; kecuali kamu sok aman masang toilet di kamera CCTV, eh kebalik, masang kamera CCTV di toilet  karena takut ada yang maling sabun. Mungkin di tempat lain, kita merasa malu untuk melakukan sesuatu, yang karena kita tidak melakukannya, kepala jadi pusing, pening, galau syndrome, hati gundah gulana, porak-poranda, usus terburai, tulang tercerai-berai ; cukup, cukup, ini udah mulai ngaco. Kondisi kejiwaan yang begini sangat mampu membuat otak kita bertengger pada level under pressure. Seindah apapun dunia, seganteng apapun saya (?), kalau otak kita tertekan, kita gak akan bisa menikmati semua hal dengan nyaman. Ambil contoh konkret aja, misalnya saat kamu diselingkuhin sama pacar kamu. Bayangin, pacar yang udah bertahun-tahun bareng kamu, yang kalian udah bersama sebagai sepasang kekasih bahkan sebelum bisa ngelap ingus sendiri, yang kamu gak ragu lagi kesetiaannya karena telah bersumpah cinta selamanya sehidup semati di depan nisan nenek moyang kamu, ternyata mengkhianati kamu. Kamu kesel, dendam kesumat, marah, mata merah, hidung merah, kuping merah, lidah merah, badan merah, pegal-pegal, encok, nyeri, panu, kadas, kurap, kaki gajah, gagal ginjal, cairan serebrospinal, Alzheimer, hematoma subdural, kontusio, neural tube defect, ambivalen, demensia [obral mampus istilah kedokteran], sementara planning kamu besok adalah ulangan Matematika. Kamu mencoba belajar di tengah situasi diri kamu yang kalut. Hasilnya? Gak ada satu pun materi yang ke-save di harddisk otak kamu. Kamu mulai merasa gila sampai akhirnya sadar kalau kamu harus cepat-cepat menghilangkan sakit hati kamu. Kamu harus men-transfer semua perasaan tidak menyenangkan ini kepada yang lain. Akhirnya kamu menjatuhkan pilihan kepada toilet dan memiliki dua opsi tentang apa yang akan kamu lakukan di dalam sana : bunuh diri atau teriak keras-keras. Karena kamu pelajar SMANDA dan  kamu mengenal betul kalau prinsip SMANDA bukan “Prestasi, Reputasi, Prestise, dan Bunuh Diri”, maka kamu pilih opsi kedua (Peringatan : sangat ditentang keras bagi siapapun yang ingin memilih opsi pertama. Segala macam variasi bebauan terkumpul jadi satu dalam toilet, tidak perlulah ditambah lagi dengan bau mayat). Terserah, mau di air atau di udara, lalu kamu mulai teriak begini sambil nginjek-nginjek jamban,”DASAR SIALAN! JADI SELAMA INI LO ANGGEP GW APA? JADI GINI? LO PIKIR LO SIAPA?  MUKA KAYAK GILINGAN CABE AJA UDAH BERANI LO NGEDUAIN GW! AWAS LO YA! AWAS! ULANGAN BESOK, LO GAK BAKAL GW CONTEKIN!!! @#**!!&#%$......”

Nah, ber-sumpah-serapah-lah sampai kamu puas. Dijamin, setelah semua uneg-uneg kamu keluar, otak kamu akan berada di posisi rileks lagi dan proses belajar kamu akan berjalan lancar. Besoknya, bersiaplah untuk mendulang poin sempurna dari hasil ulangan kamu, kemudian berikan wajah kemenangan tapi sok jual mahal kepada dia yang telah mencampakkan kamu.


Inilah sebabnya kenapa gw bilang toilet memiliki peran dalam mencerdaskan umat. Manusia normal gak akan bisa konsentrasi belajar sambil nahan pipis akibat toilet sekolahnya mengerikan. Tidak konsentrasi belajar berarti jeleknya nilai ulangan. Jeleknya nilai ulangan berarti pula jeleknya nilai rapor. Akhirnya, jeleknya nilai rapor berbuntut pada tidak naik kelas serta berlanjut menjadi kekecewaan orang tua.  Apalagi kalau kamu lebay cuma gara-gara nilai rapor jelek doang lantas tanpa pikir panjang langsung berniat loncat indah dari pohon pete cina yang tingginya 18 m. Gak cuma keluarga kamu yang kecewa, Tuhan juga kecewa sama kamu. Para pemerhati bangsa juga ikutan kecewa karena kamu dianggap berandil besar dalam meningkatkan angka bunuh diri nasional sehingga nama bangsa tercemar. Nah, kesimpulannya, jargon TMP ciptaan gw tidak salah. Tidak salah, kawan. Memang sejak awal itu tidak salah.

Tidak salah, tapi norak. Itu ‘kan yang ada di pikiran kalian??!



Maka, sangat gw rekomendasikan bagi para pejabat SMANDA untuk sesegera mungkin merenovasi toilet. Bandingkan ini : para murid masih bisa belajar tanpa kelas, tapi ingat, para siswi tidak bisa ber-ekskresi tanpa toilet. Tolong pikirkan. Sekali lagi, tolong pikirkan. Cobalah berperspektif dari posisi para murid. Mungkin toilet guru sana memang bagus, tapi coba sesekali kunjungi toilet siswa, niscaya Anda akan terenyuh dan langsung melakukan taubatan nasuha saat itu juga setelah melihat kondisinya.


Baiklah, hentikan sekarang juga diskusi tentang per-toilet-an ini. Semakin dibahas, semakin jelas di mata kalian kalau image gw ini penghuni toilet sejati T_T


Sebenarnya gw hanya mau curcol soal lenyapnya semua ruangan yang jadi ex-kelas gw dari muka bumi. Bukan toilet, bukan. Hilangkan semua imajinasi toilet kalian dan berhenti menghubung-hubungkannya dengan diri gw.


Bukan karena sedih lantas gw menangis meraung-raung garuk-garuk tembok atau kelakuan tidak senonoh lainnya, cuma SMANDA rasanya ganteng aja gitu karena tepat setelah gw lulus, semua kelas panas yang dulu pernah gw huni langsung dirombak jadi BER-AC. BER-AC (yang ini pake garis bawah #kenapagitu). BER-AIR CONDITIONER. Yeah. Sejuk banget agaknya kelas kalian sekarang ya. Kalau inget dulu, kayaknya angin semilir aja udah cukup untuk ngebuat kami sujud syukur. Serius. Temen gw sampe ngaku,”Gila ya kelas ini, panas banget  sampe gw gatel-gatel.”  Bayangin, seberapa besar intensitas ultraviolet yang terakumulasi di kelas itu sampe gen-gen kulit temen gw bermutasi lalu secara ajaib timbul gatel-gatel (alesan gw mengerikan deh). Kalau kami ini pengikut aliran animisme-dinamisme, mungkin bakalan muja-muja Dewa Angin deh kami  -_-


Ya, gw tau semua AC itu terkait dengan SBI. Tapi coba perhatikan silogisme berikut.

P1 : Semua murid SMANDA diwajibkan membayar SPP
P2 : Semua yang membayar SPP berhak menikmati hasil pembangunan
P3 : [Febrasari Almania]* adalah murid SMANDA
K : [Febrasari Almania]* berhak menikmati menikmati menikmati** hasil pembangunan

*dapat diganti oleh nama-nama murid kelas reguler yang lain.
**tiga kata “menikmati” di sana bukan salah ketik, melainkan untuk mempertegas saja.


Keliatan kalo kopas   #emangkopas


Jujur lagi, bukan perbedaan fasilitas antara Reguler dan SBI yang mau gw perdebatkan. Lagian, gw gak terlalu suka sama AC. Untuk gw, cukup Angin Cepoi-cepoi (AC) aja deh. Gak apa-apalah kami cuma dapet jatah kelas panas dengan loteng yang suka bocor pas ujan plus lemari reot busuk tempat nampung buku-buku tebel yang males dibawa  karena berat sekaligus sebagai tempat berbagai spesies arthropoda melestarikan jenisnya. Kelas yang ada “kursi pencabut nyawa” di bagian belakang yang kalau kita duduknya gak hati-hati di sana, pantat kita bisa kejepit dan itu rasanya sakit banget [penulisnya pernah ngerasain ya?]. Kelas yang ditandai dengan bau-bau perjuangan (baca : bau keringat) yang lebih hebat (baca : makin menyengat) saat periode-periode akhir kelas 12. Yah, kalau otak kami gak direbus barengan dulu sampai sedikit-sedikit gila (gak, gak sedikit, gw yakin), mungkin gak akan ada semua memori indah yang kami punya sekarang. Kalau kelas kami itu dingin, mungkin kepala kami juga ikutan dingin hingga akhirnya kami sepakat nyalain api unggun buat menghangatkan diri. Ringkas sekali, apaan coba? Kelas dingin cuma ngasih kenangan maen api unggun.  Gak gehol banget.


Tapi mau bagaimana pun, tetep aja gw agak sedih. Kelas-kelas tempat gw membangun kejayaan masa muda yang sedikit berantakan ini udah raib. Mungkin saat kami datang lagi ke SMANDA sambil menggandeng buah hati masing-masing, kami cuma bisa bilang begini,”Ah, dulu kelas kita gak sebagus ini.”  Benar, bersyukurlah kalian adik-adik kelas yang tidak ikut merasakan kejamnya kenyataan. Entahlah, entah kenapa takdir Tuhan untuk kami terlalu miris, terlalu sadis, terlalu sakit seperti hati yang teriris-iris [Backsong : lagu-lagu dangdut buat kondangan]. 


Ya Tuhan, bahkan aku tidak punya foto-fotonya…. *sangat lebay*


Seperti yang gw utarakan di atas, gak cuma karena sedih lantas gw nangis meraung-raung garuk-garuk tembok atau melakukan tingkah tidak senonoh lainnya ya. Palingan cuma meluk-meluk batang pohon terus ketawa-tawa sambil gigit daun  #samaaja?


Oke, mari meloncat ke topik aneh nomor 2.


-------o0o-------


Q : Kenapa SNMPTN Undangan baru ada tepat setelah gw lulus?


Merasa dirugikan? Jelas banget anak kuliahan kayak gw ngerasa rugi. Apa-apaan itu kuota kepala 6 hanya dengan modal nilai rapor? Kalau ditanya, sumpah deh gw gak ikhlas. Coba yang beginian baru terbit tahun 2013, mungkin gw masih bisa rela. 


Bukannya menghujat kalian-kalian yang bertengger di universitas impian masing-masing hanya karena rapor ya, tapi gw cuma mau mengungkap suatu fakta. Kenyataannya, bahkan untuk ukuran SMANDA, gak semua nilai rapor tergolong dewa yang kalau dilihat tanpa dibarengi dengan iman bisa ngebuat kita buta total itu hasil keringat sendiri. Gak percaya? Terserah, yang jelas gw kenal seseorang yang hanya dengan skill nyontek kelas kakap bisa masuk 5 besar---dan seseorang itu bukan gw ya. NOTE : yang gak ngerasa, gak perlu sok-sok tersinggung ; di sana gw pakai kata-kata “gak semua”. Bukan mustahil juga perangkat sekolah ambil andil dalam melebih-lebihkan nilai rapor anak-anak didiknya. Guru juga manusia, siapa yang tau kan? Untuk yang ini, mungkin udah lumrah dimana-mana dan jadi rahasia umum. Gw pernah dapet nilai 92 untuk suatu bidang studi padahal ulangan cuma sekali dan itu juga sepertinya gak melewati batas remid. Entahlah 92 itu hasil kalkulasi dari mana, tapi terbukti kalau nilai bisa dimanipulasi dan itu artinya peringkat gak membuktikan apa-apa. Jadi kalau ada temen kamu yang sombong dengan menampilkan muka menyebalkan minta dijitak ke kamu karena rangkingnya yang lebih tinggi dari kamu, gak usah pikir-pikir lagi, jitak aja. Sok amat. Bangga bener kali sama rapor yang tinggal di-sotosop aja nilai itu bisa diganti.

Ditambah lagi, nilai itu relatif. Gak ada jaminan nilai 8 di SMANDA bisa juga kamu dapatkan di SMA lainnya. Setiap guru punya kriteria masing-masing  untuk soal ujiannya. Ada guru yang termasuk tipikal murah hati jadi menganugrahi pertanyaan-pertanyaan lemah ke murid-muridnya, ada guru yang terobsesi banget sama cita-cita mencerdaskan bangsa jadi ngasih soal-soal  konsepsional yang kalau lagi gak beruntung bisa sangat sukses membuat kepala cekot-cekot, ada juga guru bermental psikopat yang gak mikir-gak ngaca gimana dia pas masih jadi pelajar dulu sehingga seneng banget menyodorkan soal-soal di luar kurikulum seharusnya tanpa peduli mereka yang dikasih itu bisa ngerjain apa gak. Enak untuk mereka yang ditangani sama guru-guru tipe 1 dan 2. Nah, yang dapet tipe 3??? Sakit amat diajarin sama guru begitu---mendingan kalian bunuh di tengah jalan aja tu guru dengan dalih “Bapak ataukah kami yang mati lebih dulu”. Nilai pas-pasan dari guru tipe 3 jelas kalah sama nilai-nilai indah dari guru-guru tipe lainnya ; yang berakibat pada semakin kecilnya kans mereka untuk diterima di universitas yang sama. Kasian kan? Padahal, walaupun pas-pasan, belum tentu juga mereka ada di tingkat yang lebih bawah karena banyak faktor X yang patut dipertimbangkan. Untuk kasus ini, gw cukup berpengalaman. Selama kelas 10, ada suatu bidang studi yang sangking susahnya pas ulangan dapet 7 aja rasanya kayak nemuin harta karun di jalan. Eh, pas naik kelas 11, dapet nilai 9 di bidang studi yang sama kesannya datar aja. Terbukti secara nyata ‘kan berarti, betapa nisbinya sebuah nilai?


Apapun surga dunia yang orang-orang dapatkan lewat rapor, sampai saat ini gw lebih suka jalur tes. Sebutlah gw idealis, tapi jangan pungkiri kalau lulus lewat tes itu feel-nya lebih dapet. Lulus lewat perjuangan sendiri, boy---silakan ikut berbangga bagi Anda yang banting tulang  SENDIRI untuk nilai rapornya. Saat ngeliat kata “SELAMAT…”, rasanya jagat raya ini cuma punya kamu dan Universitas X (syouh). Atau gw pinjem kata-kata temennya temen gw deh : nanti kalau udah punya anak, gw bisa bilang gini ke anak gw,”Bapak masuk FKU[piiip] dengan kerja keras, nak. Bapak rela putus dengan pacar bapak yang cakep cuma karena mau konsentrasi belajar keras tiap hari” ---Warning : ini cuma sampel. Yang gak kuat pisah sama pacar disarankan jangan coba-coba.  Sungguh sangat gw like pernyataan ini. Coba bandingin dengan yang bilang gini,”Bapak masuk FKU[piiip] dengan gede-gede-in nilai rapor, nak. Bapak fotokopi, kasih ke sekolah, dikirim ke U[piiip] terus tinggal berdoa sambil nunggu pengumuman.” Wacananya sama, tapi ‘rasa’-nya jelas jauh beda. Lain ceritanya kalau si Bapak nambahin embel-embel,”Nilai rapor yang gede itu Bapak dapet dari usaha sendiri, nak. Bapak rela ninggalin rumah selama 40 hari 40 malem cuma buat belajar menyendiri di hutan” ---Warning : ini juga cuma sampel. Bagi yang gak kuat hidup secara ekstrim gini, gak perlu coba-coba.


Kalau sadar semua kepincangan di depan mata begini, gw heran deh kenapa Dikti malah makin me-leluasa-kan penggunaan rapor pas penerimaan mahasiswa baru. Kayak gak pernah sekolah aja. Mungkin zaman-zaman mereka masih SMA dulu masih cupu ya. Masih lugu. Masih polos. Makanya update dong, biar tau perkembangan abad 21. Jangan dari dulu sampe sekarang cupu terus gak ada kemajuan.


Mulai menusuk.


-------o0o--------


Q : Kenapa SMANDA baru diundang ikut lomba Biologi Kedokteran Dasar di FKU[piiip] tepat juga setelah gw lulus?


Gw bakalan ladenin serius perlawanan mereka-mereka yang juga memperebutkan jabatan wakil SMANDA untuk lomba ini. Beneran deh, kalau misalnya cuma diambil 1 orang dan kondisinya saat itu ada kakak kelas yang Biologi-nya sok meraja di atas gw, gw tantang si kakak kelas. Bodo amat, emang gw takut mentang-mentang posisi gw junior?

Pikiran gw sih ya : gak menang lombanya pun, gw bisa jalan-jalan ke FKU[piiip]. Jangan nanya apa yang bisa diliat ; itu kampus, isinya paling ruang kuliah sama laboratorium, ketemu-ketemu paling juga sama tukang sapu-sapu-nya, gak ada yang menarik perhatian. Tujuan gw ber-plesir-plesir ria itu cuma mau cari suntikan semangat dalam menggapai cita-cita. Sampai sekarang gw gak bisa bayangin seberapa besar motivasi yang akan gw dapet kalau itu bener kejadian. Sayangnya SMANDA baru dijatahkan untuk lomba itu setelah gw sukses jadi alumni.


Kenyataan hidup yang ini semakin menghancurkan harapan gw untuk mengunjungi U[piiip]. Gw emang belum pernah ke U[piiip] sama sekali, mau kampusnya di [cencored] ataupun di [cencored], belum ada satupun yang tanahnya gw nodai dengan jejak kaki gw. Gw cuma tau bangun gedung rektoratnya aja, itu pun dapet gambaran dari brosur. Sampai akhirnya gw bertekad begini,”Mungkin sekarang belum, tapi saya akan injak Anda saat saya sudah resmi jadi bagian dari almamater Anda.”  Makanya, dipaksa sekuat apapun,  gw selalu gak mau ikut-ikutan foto ja[piiip]. Gw lebih kukuh sama pendirian gw : Gw akan berfoto sama ja[piiip] milik gw sendiri ---gw sih mikirnya,’Udah minjem almamater orang, diabadikan, taunya gak masuk, nanti pas liat foto itu lagi,  rasanya sakit banget gak sih?’  Tanpa gw sadari, justru semua ini yang jadi cambuk ampuh buat gw sampai sekarang. Kalau inget ini, mata gw yang selalu karatan kalau lagi lembur belajar malem bisa mendadak sehat lagi. Segala hingar-bingar film action di tipi langsung terlupakan dan tertinggalkan.


Yah, kalaupun nanti ternyata takdir Tuhan berbanding terbalik dengan harapan gw, sebagai seseorang yang menghormati janji sama diri sendiri, ya udah, inilah derita gw  #pasrah


--------o0o--------


Q : Kenapa di SMANDA ini gak ada tempat parkir buat helikopter???


Ini lagi yang ditanya. Siapa sih yang bikin ini? Gak penting banget.



Sorry cuma ngejayus doang XD



No comments:

Post a Comment