Mungkin telah berkali-kali kau alami sakit hati karena ditinggal pergi.
Ini sudah kesekian kalinya kau memberi maaf, tapi entah kenapa mereka tetap saja tak tahu diri. Datang, lalu pergi. Tidak pernah kembali lagi.
Selalu saja begitu dari tahun ke tahun. Terkadang kau bertanya dalam hati : Apa salahku? Apa kurangnya aku? Kenapa kalian pergi meninggalkan aku? Mungkin kau pernah menanyakan semua itu kepada mereka. Tapi tak ada satu pun dari mereka yang menjawab pertanyaanmu hingga akhirnya mereka pergi dan hilang lagi. Sehingga akhirnya kau pun sudah bosan bertanya, dan memendam semuanya itu dalam kepalamu saja.
Mungkin itu juga yang ada di pikiranmu saat kami mendatangimu. Kau sudah menyiapkan beribu-ribu kata maaf untuk dirimu sendiri karena kau sudah tahu persis kalau kelak kami akan meninggalkanmu juga; dan kau juga tahu persis kalau tak seorangpun dari kami akan bilang maaf padamu saat kami pergi nanti. Sepanjang perjalanan kami, kami tidak akan tahu banyak tentang dirimu. Kau, sekali lagi, hanya bisa memberi maaf kepada kami yang hanya menganggapmu sebagai saksi bisu.
Kami tidak tahu kalau kau merekam semua hari-hari kami dalam ingatanmu. Kami juga tidak pernah tahu kalau kau selalu mengucapkan selamat pagi kepada kami, walaupun kami tidak pernah membalas satu pun sapaanmu. Kau hanya melihat dari kejauhan segala tingkah-polah kami. Mungkin saja terbersit dalam hatimu untuk turut bergabung bersama kami, bercanda dan membicarakan banyak hal; tapi kau tahu itu tidak mungkin dan tak akan pernah terjadi, sehingga cukup bagimu untuk diam saja di situ dan turut merasakan kebahagiaan yang kami rasakan dalam diammu.
Saat kami sedang bersedih, kau mencoba untuk menghibur dan membuat kami tertawa lagi, walaupun kami tidak terhibur sama sekali. Saat kami sedang jenuh, kau juga melakukan hal yang sama, walau kau tahu kalau kami tak pernah menganggapmu. Entah kenapa kau tak pernah bosan untuk mengajak kami bicara walaupun kami sama sekali tak pernah mendengar ocehanmu; walaupun kau tahu kalau pada akhirnya kami akan mengkhianatimu juga seperti yang lainnya.
Mungkin ini yang kau rasakan : setiap cerita yang kami ukir selalu memberi warna dalam setiap hari-harimu. Mungkin inilah yang selalu memberi kekuatan padamu untuk terus memaafkan semua orang yang tak pernah peduli padamu. Mungkin memang hanya kata maaf yang dapat kau persembahkan kepada kami sebagai wujud terima kasihmu, walaupun kami yang tak tahu malu ini merasa tak perlu untuk mendapatkan maaf darimu.
Saat satu persatu dari kami mulai hilang dari hadapanmu, kau mulai bertanya lagi : Kapan kalian kembali? Kau tahu, kalau kami tak akan pernah jawab pertanyaanmu. Dan kau juga tahu, kalau kami tidak akan pernah kembali padamu. Tapi tahukah kau? Tak pernah sedetikpun terpikir di benak kami untuk meninggalkanmu. Di dalam lubuk hati kami yang paling dalam, kami tetap ingin tinggal bersama dirimu. Apa kau juga tahu? Saat kau menangis, kami juga menangis. Apa kau mendengar suara isak tangis kami? Apa kau melihat kami menitikkan air mata? Kami sama sekali tidak ingin melepas dirimu. Tapi apalah daya kami, kami hanyalah budak waktu.
Jadi, SMANDA, kami mohon, jadilah pemaaf sekali lagi. Maafkan kami yang hanya bisa memberi kenangan-kenangan semu. Maafkan kami yang tidak bisa ada di sampingmu lebih lama lagi. Kami terpaksa pergi demi masa depan kami. Hanya satu yang bisa kami yakinkan untukmu : kami pasti merindukanmu. Tak peduli dimanapun kami semua berada nanti, kami tidak akan pernah melupakanmu.
Ini sudah kesekian kalinya kau memberi maaf, tapi entah kenapa mereka tetap saja tak tahu diri. Datang, lalu pergi. Tidak pernah kembali lagi.
Selalu saja begitu dari tahun ke tahun. Terkadang kau bertanya dalam hati : Apa salahku? Apa kurangnya aku? Kenapa kalian pergi meninggalkan aku? Mungkin kau pernah menanyakan semua itu kepada mereka. Tapi tak ada satu pun dari mereka yang menjawab pertanyaanmu hingga akhirnya mereka pergi dan hilang lagi. Sehingga akhirnya kau pun sudah bosan bertanya, dan memendam semuanya itu dalam kepalamu saja.
Mungkin itu juga yang ada di pikiranmu saat kami mendatangimu. Kau sudah menyiapkan beribu-ribu kata maaf untuk dirimu sendiri karena kau sudah tahu persis kalau kelak kami akan meninggalkanmu juga; dan kau juga tahu persis kalau tak seorangpun dari kami akan bilang maaf padamu saat kami pergi nanti. Sepanjang perjalanan kami, kami tidak akan tahu banyak tentang dirimu. Kau, sekali lagi, hanya bisa memberi maaf kepada kami yang hanya menganggapmu sebagai saksi bisu.
Kami tidak tahu kalau kau merekam semua hari-hari kami dalam ingatanmu. Kami juga tidak pernah tahu kalau kau selalu mengucapkan selamat pagi kepada kami, walaupun kami tidak pernah membalas satu pun sapaanmu. Kau hanya melihat dari kejauhan segala tingkah-polah kami. Mungkin saja terbersit dalam hatimu untuk turut bergabung bersama kami, bercanda dan membicarakan banyak hal; tapi kau tahu itu tidak mungkin dan tak akan pernah terjadi, sehingga cukup bagimu untuk diam saja di situ dan turut merasakan kebahagiaan yang kami rasakan dalam diammu.
Saat kami sedang bersedih, kau mencoba untuk menghibur dan membuat kami tertawa lagi, walaupun kami tidak terhibur sama sekali. Saat kami sedang jenuh, kau juga melakukan hal yang sama, walau kau tahu kalau kami tak pernah menganggapmu. Entah kenapa kau tak pernah bosan untuk mengajak kami bicara walaupun kami sama sekali tak pernah mendengar ocehanmu; walaupun kau tahu kalau pada akhirnya kami akan mengkhianatimu juga seperti yang lainnya.
Mungkin ini yang kau rasakan : setiap cerita yang kami ukir selalu memberi warna dalam setiap hari-harimu. Mungkin inilah yang selalu memberi kekuatan padamu untuk terus memaafkan semua orang yang tak pernah peduli padamu. Mungkin memang hanya kata maaf yang dapat kau persembahkan kepada kami sebagai wujud terima kasihmu, walaupun kami yang tak tahu malu ini merasa tak perlu untuk mendapatkan maaf darimu.
Saat satu persatu dari kami mulai hilang dari hadapanmu, kau mulai bertanya lagi : Kapan kalian kembali? Kau tahu, kalau kami tak akan pernah jawab pertanyaanmu. Dan kau juga tahu, kalau kami tidak akan pernah kembali padamu. Tapi tahukah kau? Tak pernah sedetikpun terpikir di benak kami untuk meninggalkanmu. Di dalam lubuk hati kami yang paling dalam, kami tetap ingin tinggal bersama dirimu. Apa kau juga tahu? Saat kau menangis, kami juga menangis. Apa kau mendengar suara isak tangis kami? Apa kau melihat kami menitikkan air mata? Kami sama sekali tidak ingin melepas dirimu. Tapi apalah daya kami, kami hanyalah budak waktu.
Jadi, SMANDA, kami mohon, jadilah pemaaf sekali lagi. Maafkan kami yang hanya bisa memberi kenangan-kenangan semu. Maafkan kami yang tidak bisa ada di sampingmu lebih lama lagi. Kami terpaksa pergi demi masa depan kami. Hanya satu yang bisa kami yakinkan untukmu : kami pasti merindukanmu. Tak peduli dimanapun kami semua berada nanti, kami tidak akan pernah melupakanmu.
Akan selalu mengingatmu,
Angkatan 2009/2010
No comments:
Post a Comment